Total E&P Indonesie meminta kelonggaran waktu untuk memutuskan nasib saham partisipasi atau participating interest miliknya di Blok Mahakam. Padahal, PT Pertamina (Persero) sebagai kontraktor baru blok minyak dan gas bumi di Kalimantan Timur itu pasca 2017, memberi tenggat waktu proses negosiasi pembagian saham partisipasi sebelum Juni mendatang.
Vice President Corporate Communication HR and Finance Total E&P Indonesie Arividya Noviyanto mengatakan, pihaknya masih mengkaji beberapa aspek sebelum memutuskan keikutsertaannya di Blok Mahakam. Beberapa aspek itu antara lain bagi hasil dan ketentuan jatah gas dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang ada di dalam kontrak baru. Dengan indikator tersebut, ditambah harga minyak dunia yang masih di bawah US$ 50 per barel, membuat lapangan yang ada di blok tersebut dinilai kurang ekonomis.
Untuk itu, Total perlu waktu melakukan kajian sebelum mengkonfirmasi keikutsertaannya di Blok Mahakam. Menurut Novi, dengan harga minyak yang masih rendah saat ini maka sangat sulit bagi Total untuk memutuskan nasib blok yang ada di Kalimantan Timur tersebut pada tahun ini. “Selama pemerintah melihat tidak ada urgensi untuk harus memutuskan (secepatnya), mudah-mudahan kami bisa diberi waktu," kata dia saat berbincang dengan wartawan di kantor Total, Senin (25/4).
(Baca: Total Buka Peluang Hengkang dari Blok Mahakam)
Total juga akan berdiskusi dengan Pertamina mengenai toleransi waktu tersebut. Meski belum bisa memastikan akan bergabung atau tidak, yang jelas perusahaan migas asal Perancis ini akan berusaha menjaga agar proses transisi berjalan lancar dan produksi Blok Mahakam tidak menurun.
Selama kuartal I-2016, Total mencatat produksi gas Blok Mahakam mencapai 1.750 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/mmscfd). Ini melampaui target produksi 1.500 mmscfd, maupun realisasi pada 2015 yang sebesar 1.680 mmscfd. Sementara produksi minyak dan kondensat Blok Mahakam sampai akhir Maret lalu, tercatat sebesar 65 ribu barel per hari (bph). Realisasi tersebut sesuai dengan target yang telah ditetapkan, namun turun 6,87 persen dari realisasi produksi tahun lalu yang sebesar 69.800 bph.
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pekan lalu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto berharap proses negosiasi dengan Total E&P Indonesie mengenai Blok Mahakam selesai sebelum akhir Juni nanti. Jika tidak ada keputusan maka Pertamina siap mengelola sendiri Blok Mahakam mulai 1 Januari 2018. (Baca: Juni, Tenggat Waktu Total Tentukan Sikap di Blok Mahakam)
Untuk persiapan pengambilalihan pengelolaan Blok Mahakam setelah 2017, Pertamina juga sudah membentuk tim transisi. Tim yang bernama Tim Pengambilalihan Pengelolaan Mahakam (TPPM) ini nantinya akan memiliki beberapa tugas, mulai dari melengkapi data operasional Pertamina ketika mengelola Blok Mahakam, hingga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
TPPM ini nantinya tidak hanya menyusun RKAP 2017 sampai 2018, tapi juga menentukan rencana kerja tiga tahunan Pertamina setelah pengambilalihan blok tersebut. Walaupun baru mengelola Blok Mahakam pada 2018, Dwi mengatakan, Pertamina akan membiayai investasi di blok itu mulai tahun depan. Tujuannya menjaga produksi Blok Mahakam tidak turun ketika dikelola oleh Pertamina.
(Baca: Pertamina Akan Talangi Biaya Investasi 2017 Blok Mahakam)
Manajemen Pertamina sebelumnya memperkirakan total investasi untuk tiga tahun pertama mengelola Blok Mahakam sebesar US$ 75,3 juta. Rinciannya, pada tahun pertama kontrak US$ 1,3 juta, tahun kedua US$ 33,5 juta, dan tahun ketiga US$ 40,5 juta. Padahal, sebelumnya Pertamina pernah menyebut kebutuhan investasi Blok Mahakam sebesar US$ 2,5 miliar per tahun.