KATADATA - PT Pertamina (Persero) tidak menjadikan nilai aset permukaan Blok Mahakam sebagai acuan dalam menentukan harga saham blok minyak dan gas bumi (migas) di Kalimantan timur tersebut. Alhasil, Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation sebagai calon mitra Pertamina untuk membeli maksimal 30 persen saham Blok Mahakam, belum pasti harus menyetorkan dana sekitar Rp 14,3 triliun.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, pihaknya akan membuat penghitungan yang berbeda dalam menentukan nilai saham Blok Mahakam karena Total dan Inpex akan menjadi mitra Pertamina di blok itu setelah tahun 2017. “Tentunya nanti kami akan melakukan evaluasi yang berbeda untuk keperluan partnership,” kata dia kepada Katadata, Rabu lalu (6/1).

Namun, dia masih enggan menjelaskan lebih detail bentuk perhitungan yang akan digunakan oleh Pertamina. Yang jelas, Pertamina akan memperhitungkan semua aset yang ada di Blok Mahakam untuk menentukan nilai saham tersebut. Artinya, yang dihitung tidak hanya nilai aset yang di atas permukaan, tetapi juga yang terletak di bawah permukaan Blok Mahakam. Pertamina juga akan menghitung nilai dari lapangan-lapangan di blok tersebut yang belum dieksplorasi, namun memiliki potensi cadangan yang besar.

(Baca : Pakai Sistem Baru, Kontrak Blok Mahakam dan Blok ONWJ Diteken)

Secara terpisah, manajemen Total E&P Indonesie enggan mengomentari perihal dana yang harus dikeluarkan untuk mengempit saham Blok Mahakam. Pasalnya, Vice President Corporate Communication HR and Finance Total E&P Indonesia Arividya Noviyanto mengaku, sampai saat ini Total dan Pertamina masih dalam tahap diskusi mengenai persoalan tersebut.

Ia menjelaskan, setelah penandatanganan kesepakatan induk atau Heads of Agreeement (HoA) mengenai masa transisi Blok Mahakam pada 16 Desember tahun lalu, Pertamina dan Total langsung melakukan diskusi secara paralel. Diskusi tersebut membahas dua hal, yakni masa transisi sebelum kontrak berakhir tahun 2017 dan aspek komersial.

(Baca : Pertamina dan Total Sepakat Dua Poin Masa Transisi Blok Mahakam)

Masa transisi ini terkait dengan masa peralihan dari Total selaku kontraktor lama ke Pertamina dengan memperhatikan hak dan kewajiban semua pihak. Antara lain, proses pengalihan karyawan Total yang bekerja di Blok Mahakam menjadi karyawan Pertamina dan penyiapan anggaran dan rencana kerja pasca 31 Desember 2017 serta izin terkait.

Sementara aspek komersial menyangkut kesepakatan komersial antara Pertamina dan Total serta Inpex dalam menyelesaikan komposisi kemitraan pada kontrak kerjasama yang baru dibentuk. “Di dalam komersial termasuk masalah farm-in (pembelian saham).  Diskusi masih berlangsung,” ujar Arividya atau lebih akrab disapa Novi.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengumumkan nilai aset permukaan Blok Mahakam per Desember 2015 sebesar US$ 4,79 miliar atau sekitar Rp 66,5 triliun. Nilainya tentu akan terus menyusut seiring berlangsungnya proses produksi hingga menjadi US$ 3,45 miliar atau sekitar Rp 47 triliun pada saat blok migas ini dipegang oleh Pertamina awal 2018. Perhitungan ini dilakukan oleh dua perusahaan penilai aset yakni IHS Vantage dan PetroPro.

(Baca : Masuk Blok Mahakam, Total dan Inpex Harus Bayar Rp 14,3 Triliun)

Dari perhitungan tersebut, Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas Parulian Sihotang memperkirakan, nilai saham yang harus dibayar Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation ke Pertamina untuk memperoleh maksimal 30 persen saham sebesar US$ 1,03 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun. Sebagai informasi, cadangan terbukti cadangan potensial awal yang ditemukan pada 1972 mencapai 1,68 miliar barel minyak dan 21,2 triliun kaki kubik (TCF) gas. SKK Migas memperkirakan pada 2017, sisa cadangannya hanya 131 juta barel minyak dan 3,8 TCF gas.

Reporter: Anggita Rezki Amelia