KATADATA - PT Pertamina Gas (Pertagas) menolak usulan pemerintah untuk menurunkan biaya pengangkutan atau transmisi (toll fee) gas. Agar bisa menurunkan harga gas untuk industri, pemerintah sebaiknya mendorong penurunan margin niaga perusahaan.
"Harapannya yang diturunkan adalah margin niaga gas bukan toll fee,” kata Sekretaris Perusahaan Pertagas Adiatma Sardjito berdasarkan siaran pers Pertagas, Senin (26/10). Pasalnya, margin yang diraup perusahaan transmisi gas seperti Pertagas ini tergolong lebih kecil dibandingkan margin yang diperoleh perusahaan sektor hulu dan distribusi atau niaga gas.
Adiatma mengklaim, rata-rata margin yang diperoleh perusahaan transmisi dari toll fee gas di Indonesia cuma lima persen. Sedangkan rata-rata margin usaha sejenis di luar negeri sekitar 11 persen atau dua kali lipat lebih tinggi dari pasar di dalam negeri.
Kondisinya berbanding terbalik dengan bisnis distributor dan niagas gas. Rata-rata margin yang dikeruk distributor atau perusahaan niaga gas di dalam negeri bisa mencapai 35 persen sampai 45 persen. Ini lebih tinggi dari margin usaha sejenis di luar negeri yang sekitar 25 persen. Sedangkan rata-rata margin di sektor hulu gas, baik di pasar internasional maupun di Indonesia, relatif hampir sama sekitar 16 persen.
Di bisnis niaga gas dalam negeri, Pertagas dan perusahaan afiliasinya secara keseluruhan hanya menguasai pangsa pasar sekitar delapan persen dari total volume niaga gas harian sebesar 900 MMSCFD. Jadi, pemain utama bisnis niaga gas adalah para trader dan perusahaan gas lainnya. “Jadi kurang tepat jika menunjuk Pertagas atau Pertamina memiliki peran besar terhadap tingginya harga niaga gas saat ini. Ada perusahaan lain yang memiliki market share niaga gas 10 kali lipat lebih besar dari Pertagas,” ujar Adiatma.
(Baca: Penurunan Harga Gas Industri Bisa Hasilkan Efek Berantai Rp 137 Triliun)
Sebagai perusahaan transmisi gas dengan infrastruktur berupa pipa gas open access, Pertagas memiliki lebih dari 40 persen pendapatan dari bisnis transmisi gas. Sisanya dari pemrosesan gas, transmisi minyak dan niaga gas.
(Baca: Keinginan Pemerintah Menurunkan Harga Gas Sulit Direalisasikan)
Adiatma berharap, penurunan margin niaga gas akan membantu industri-industri di Indonesia untuk mendapatkan harga gas yang lebih kompetitif. “Sehingga dapat membantu industri Indonesia menghasilkan produk-produk yang bisa bersaing di pasar internasional, tidak hanya dari sisi kualitas tetapi juga dari sisi harga,” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menurunkan harga gas untuk industri mulai 1 Januari tahun depan. Rencana yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid III itu bertujuan mendukung industri di dalam negeri.
Dalam rangka mewujudkan rencana tersebut, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja pernah menyatakan, akan menurunkan margin gas di tingkat hilir sehingga harga gas bisa lebih terjangkau oleh pelaku industri. Penurunan harga gas di sektor hilir ini juga akan diambil dari bagian pemerintah, yaitu regulated margin, termasuk toll fee. Sebab, saat ini toll fee yang ditetapkan bervariasi, ada yang terlalu mahal dan ada juga yang terlalu murah.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, komponen harga gas industri di Jawa Barat melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terdiri dari harga gas hulu sebesar US$ 5,44 per MMBTU, toll fee (SSWJ II) sebesar US$ 1,47 per mscf, iuran transmisi US$ 0,04 per mmbtu, iuran niaga US$ 0,03 per mmbtu, distribusi, overhead & margin sebesar US$ 1,38 per mmbtu, dan pajak sebesar US$ 0,41 per mmbtu. Total harga gas yang dibeli oleh industri sebesar US$ 8,77 per mmbtu.