KATADATA ? Pemerintah memberikan saham partisipasi (participating interest/PI) Blok Masela sebesar 10 persen, kepada Pemerintah Provinsi (pemprov) Maluku. Direktur Jenderal Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat kepada pemprov Maluku terkait komitmen pemberian jatah saham di blok migas tersebut.
"Participating interest sebesar 10 persen untuk Pemerintah Provinsi Maluku sudah kami berikan komitmennya. Surat dari Kementerian ESDM sudah disampaikan," kata dia di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Rabu (23/9).
Saham Blok Masela 65 persen dimiliki oleh Inpex Corporation dan sisanya oleh Shell. Dengan adanya pemberian saham ke pemerintah daerah, maka saham Inpex dan Shell akan dikurangi secara proporsional. Saham Inpex akan berkurang 6,5 persen dan Shell berkurang 3,5 persen, untuk menggenapi jatah saham pemda sebesar 10 persen.
Menurut Wiratmaja, pemberian saham untuk pemda ini akan dibahas lebih lanjut, setelah persetujuan rencana pemberian rencana pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD) I Blok Masela selesai diputuskan. "Begitu selesai semua tentu kami undang (inpex dan Shell) untuk mengambil langkah selanjutnya," ujar dia.
Inpex mengajukan revisi PoD I Blok Masela, untuk menambah kapasitas kilang gas cair terapung (FLNG) dari 2,5 juta metric ton per tahun (MTPA), menjadi 7,5 juta MTPA. Penambahan kapasitas ini terkait ditemukannya cadangan gas baru di blok migas tersebut dari 6,05 triliun kaki kubik (TCF) menjadi 10,73 TCF.
Sekadar informasi, PoD Blok Masela sebenarnya telah disetujui pemerintah pada Desember 2010, yaitu 12 tahun setelah kontrak pengelolaan blok tersebut diperoleh Inpex Masela tahun 1998. Dalam PoD itu, Blok Masela dijadwalkan mulai berproduksi (on stream) tahun 2018 dengan volume produksi 355 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dan produksi kondensat sebanyak 8.400 barel per hari (BPH).
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menyetujui proposal revisi ini. Keputusan SKK Migas juga sudah diserahkan kepada Kementerian ESDM pada 10 September lalu. Saat ini Blok Masela masih menunggu persetujuan final dari pemerintah, yakni Kementerian ESDM.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan pihaknya baru akan memutuskan persetujuan tersebut pada 10 Oktober 2015. Saat ini Kementerian ESDM masih mengkaji pengembangan gas di blok tersebut, apakah tetap menggunakan skema FLNG atau pipa. Untuk mengkaji hal ini kementerian telah membentuk tim yang mulai bekerja pada Jumat pekan ini (25/9).
Ini sesuai permintaan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli kepada Kementerian ESDM untuk melakukan kajian ulang mengenai skema yang akan digunakan. Menurut Rizal menggunakan pipa akan lebih murah dibandingkan skema FLNG. Berbeda dengan penjelasan SKK Migas, yang menyebut FLNG lebih unggul dari pipa.
(Baca: Bantah Rizal Ramli soal Blok Masela, SKK Migas: FLNG Lebih Unggul)
Meski demikian, keputusan akhir tetap berada di tangan Menteri ESDM Sudirman Said. "Karena menurut Undang-Undang (UU Migas tahun 2001) yang punya kewenangan penuh untuk menentukan kelanjutan dari Blok Masela ini adalah Menteri ESDM," kata dia.