Buruh Nilai SE Menaker Bentuk Negara Lepas Tangan Soal THR

ANTARA FOTO/Fauzan
Ilustrasi, demo buruh. Serikat buruh menilai SE Menaker sebagai bentuk lepas tangan negara atas kewajiban pembayaran THR oleh pengusaha pada buruh.
8/5/2020, 19.12 WIB

Serikat buruh menilai Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), berpotensi menghilangkan sanksi bagi pengusaha yang enggan membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR).

Kepala Departemen Hubungan Antar Lembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional Akbar Rewako menyebut, jika sampai THR tidak dibayarkan maka ini menjadi kali pertama tunjangan tahunan tersebut tidak diberikan.

Ia menilai, negara seolah lepas tangan, dengan membiarkan perusahaan dan buruh melakukan negosiasi tanpa adanya peran aktif pemerintah. Hal ini akan sangat merugikan buruh, yang tengah dalam keadaan sulit, karena minimnya bantuan yang diberikan.

"Dengan adanya SE Menaker jadinya debat lagi soal sanksi hukumnya, karena bisa saja aturan itu menghilangkan sanksi hukum terhadap pengusaha. Sebab, THR jadi tidak wajib dibayar tepat waktu, ini lagi-lagi negara melepas tanggung jawab," kata Akbar kepada katadata.co.id, Jumat (8/5).

Seluruh serikat buruh memastikan sikap, yakni menolak pembayaran THR dengan cara dicicil dalam jangka waktu tertentu. Pasalnya, saat ini sebagian besar buruh telah dirumahkan dan tak memiliki penghasilan.

Buruh juga menilai, rekomendasi penyelesaian sengketa pembayaran THR melalui pengadilan hubungan industrial (PHI) sebagai jebakan formal. Sebab, proses persidangan memakan waktu yang lama, sementara buruh sudah tidak memiliki penghasilan.

(Baca: Kadin Minta Sengketa THR Dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial)

Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah mengeluarkan edaran yang ditujukan untuk seluruh Gubernur di Indonesia. Tujuannya agar tercipta kesepahaman antara pengusaha dan para pekerja atau buruh terkait Tunjangan Hari Raya (THR).

Edaran yang diterbitkan adalah, SE Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam SE tersebut, Menaker meminta para gubernur memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Jika perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan, solusi atas persoalan tersebut hendaknya diperoleh melalui dialog antara perusahaan dan pekerja.

"Proses dialog hendaknya dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan," ujar Ida, dalam SE yang diterbitkan Kamis (7/5).

Ia menyebut, dalam proses dialog bisa mencapai dua hal yang bisa menjadi solusi, yakni pembayaran THR secara bertahap dan penundaan pembayaran THR. Khusus untuk penundaan, dapat dilakukan jika perusahaan sama sekali tidak bisa membayar THR pada waktu yang ditentukan.

Penundaan ini juga bukan diambil berdasarkan keputusan sepihak, yakni dari perusahaan saja. Melainkan, waktu pembayarannya ditentukan bersama setelah melalui dialog antara perusahaan dan pekerja.

(Baca: Menaker Pastikan Perusahaan Harus Bayar THR, Ada Opsi Penundaan)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto