Kejaksaan Agung memeriksa lima orang pejabat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Direktorat Jendral (Dirjen) Bea Cukai Kota Batam. Pemeriksaaan tersebut terkait dugaan korupsi penyelundupan tekstil dari Tiongkok selama periode 2018-2020.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono mengatakan pejabat Bea Cukai tersebut berstatus sebagai saksi. Kelima saksi yang diperiksa yakni Kepala KPU Bea Cukai Batam Susila Brata, Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Yosef Hendriyansah, serta Kepala Fasilitas Pabean dan Cukai Rully Ardian .
Ada pula Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai II Bambang Lusanto Gustomo, serta Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan I M. Munif. "Kami telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-22/F.2/Fd,2/04/2020 guna melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyalahgunaan kewenangan dalam importasi rekstil pada Dirjen Bea dan Cukai Tahun 2018-2020," kata Hari dalam siaran pers pada Selasa (12/4).
Hari menjelaskan kronologi perkara tersebut bermula saat ditemukan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara. Peristiwa tersebut terjadi pada 2 Maret 2020.
Dari temuan itu, didapati adanya ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan hasil pemeriksaan fisik barang. Jumlah kelebihan fisik barang untuk PT. PGP sebanyak 5.075 roll dan PT. FIB sebanyak 3.075 roll.
Di dalam dokumen pengiriman disebutkan kain tersebut berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India. "Namun faktanya, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari Tiongkok," kata Hari.
(Baca: Kejagung Periksa Pejabat Bea Cukai sebagai Saksi Penyelundupan Tekstil)
Menurut dia, kontainer berisi kain brokat, sutra, dan satin tersebut berangkat dari Pelabuhan Hongkong, singgah di Malaysia, dan berakhir di Batam. Pada saat kapal tiba di Batam, kontainer berisi tekstil milik importir PT. FIB dan PT. PGP dibongkar.
Kemudian, dipindahkan ke kontainer yang berbeda di tempat penimbunan sementara (TPS) di Kawasan Pabean Batu Ampar. Namun, proses tersebut tidak diawasi oleh Bidang P2 dan Bidang Kepabeanan dan Cukai KPU Batam.
Setelah seluruh muatan dipindahkan ke kontainer yang berbeda, kontainer asal diisi dengan kain polister yang harganya lebih murah. Barang tersebut diangkut menggunakan kapal lain menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Sesampainya di Pelabuhan Tanjung Priok kontainer tersebut, barang tersebut rencananya dikirim ke Kompleks Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur," kata Hari.
Selain melakukan pemeriksaan saksi, Korps Adhyaksa juga menggeledah dua rumah milik Kepala KPU Bea dan Cukai Batam Susila Brata dan rumah Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan (P2) KPU Bea dan Cukai Batam M. Munif.
Dari hasil penggeledahan, Kejaksaan mengamankan tiga buah telephone selular dan satu buah flasdisk yang diduga digunakan untuk menyimpan data-data transaksi.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menuding ada keterlibatan oknum-oknum aparat negara dalam penyelundupan 27 kontainer tersebut. Sebab, penyelundupan barang-barang itu mencuatkan dugaan persekongkolan antara pelaku dan oknum pengawas lalu lintas barang di pelabuhan.
"Secara sederhana dan kasat mata dapat terlihat dari indikasi kapal sempat membongkar muatan dan mengganti kontainer dalam pelabuhan serta mendapatkan dokumen yang berbeda," kata dia saat menggelar konferensi pers beberapa waktu lalu.
Akibat kasus tersebut, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) merasa sangat dirugikan. Sebab, industri dalam negeri semakin kesulitan menjual barang dengan banyaknya produk-produk tekstil impor yang masuk. Kondisi tersebut diperparah dengan lesunya permintaan produk-produk tekstil masyarakat.
Sebagai informasi, Tiongkok merupakan eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar ke Indonesia. Pada 2018, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.392 ton, turun 27,18% dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 6.031 ton.
Impor TPT dari Tiongkok pada 2017 sempat melonjak hingga 123,29% dibandingkan 2016 yang sebesar 2.701 ton. Secara berturut-turut, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.080 ton pada 2014 kemudian turun menjadi 3.530 ton pada 2015, dan turun lagi menjadi 2.701 pada 2016.
Adapun nilai impor TPT asal Tiongkok pada 2018 sebesar US$ 42,7 juta, meningkat 19,75% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 35,7 juta. Sebagaimana volume impor TPT, nilai impor terendah terjadi pada 2016 sebesar US$ 25,7 juta atau menurun hingga 44,18% dibandingkan 2015 yang sebesar US$ 46 juta.