Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker memastikan peraturan terkait perlindungan Anak Buah Kapal atau ABK Indonesia akan rampung pada pekan depan. Payung hukum tersebut dalam tahap finalisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan beleid tersebut juga bakal mengatur upah yang dibayarkan kepada ABK. "Ini terkait peraturan pemerintah yang diamanatkan untuk berikan perlindungan kepada ABK," kata Ida dalam video conference, Selasa (12/5).
Kemnaker juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Perhubungan untuk memberikan perlindungan kepada ABK. Sebab, beleid itu bakal mengubah kewenangan terkait tenaga kerja di laut.
Sebelumnya, tenaga kerja di laut menjadi kewenangan KKP. Namun, dalam aturan tersebut, ABK akan berada di bawah kordinasi Kemnaker.
"Sehingga tidak ada dualisme perundang-undangan dan memberikan kepastian perlindungan tenaga kerja, termasuk di laut," ujar dia.
(Baca: Tiongkok Janji Usut Pelarungan Jenazah dan Dugaan Eksploitasi ABK RI)
Sebagaimana diketahui, ketentuan mengenai hak asasi manusia (HAM) pada profesi laut diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan. Salah satu isinya, pengusaha harus menjamin asuransi bagi ABK.
Permen KKP Nomor 2 Tahun 2017 itu diluncurkan berdasarkan laporan hasil penelitian International Organization of Migration (IOM) tentang Perdagangan Orang di Sektor Perikanan Indonesia yang telah melanggar HAM.
Bahkan, baru-baru ini terungkap dugaan eksploitasi dan perbudakan yang dialami para ABK asal Indonesia di kapal Tiongkok Long Xing 629. Kasus tersebut menjadi sorotan karena tiga dari empat jenazah ABK Indonesia dilarung di laut.
Informasi awal berasal dari laporan kantor berita asal Korea Selatan, MBC News, pada Rabu (6/5) yang menayangkan video jenazah ABK asal Indonesia bernama Ari yang dibuang ke laut. Pewarta MBC News menyebutkan video itu diperoleh dari ABK asal Indonesia ketika kapal ikan tersebut berlabuh di Pelabuhan Busan, Korea Selatan pada 14 April lalu.
Selain kasus Ari, terdapat dua ABK lain yang meninggal dan jenazahnya dibuang ke laut yakni Sepri dan M Alfatah. Belakangan diketahui bahwa Effendi Pasaribu meninggal di sebuah rumah sakit di Busan.
Effendi meninggal saat menunggu giliran pulang ke Indonesia setelah bekerja 14 bulan. Effendi didiagnosa meninggal karena sakit pneumonia.
Seorang ABK juga memberikan kesaksian mendapat perlakuan buruk selama bekerja di kapal Long Xin 629. Para pekerja dipaksa bekerja selama 18 jam sehari, bahkan ada yang dipaksa bekerja hingga 30 jam. Sehingga banyak ABK yang sakit dan meninggal dunia.
Mereka hanya diberikan istirahat selama enam jam sehari untuk kesempatan tidur dan makan. Setelah bekerja selama 13 bulan di laut, para ABK tersebut hanya mendapat upah US$ 120 per orang atau Rp 1,8 juta (asumsi kurs Rp 15.000). Artinya, setiap orang hanya menerima kurang lebih Rp 138.000 per bulan selama 13 bulan berada di laut.
(Baca: Delegasi RI Sampaikan Kasus Perbudakan ABK kepada Dewan HAM PBB )