Tidak Adanya UU Perlindungan Data Pribadi Memicu Polemik saat Pandemi

123RF.com/Tashatuvango
Ilustrasi, perlindungan data pribadi. Ombudsman menilai tidak adanya UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memunculkan polemik penggunaan data sata penanganan pandemi corona.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
12/6/2020, 07.47 WIB

Ombudsman menilai, ketiadaan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP memunculkan polemik penggunaan data pribadi, yang beririsan dengan data publik saat penanganan pandemi virus corona atau Covid-19.

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menyatakan, terkait dengan data pribadi yang beririsan data publik opini yang berkembang terbelah dua. Di satu sisi, ada pihak yang berspekulasi bahwa penggunaan data pribadi itu boleh dengan dalih untuk kepentingan publik.

"Sebaliknya, ada orang lain yang ingin dilindungi datanya, padahal jelas bisa berbahaya," ujar Alamsyah dalam sebuah acara diskusi daring, Kamis (11/6).

Akibat polemik tersebut, tak hanya masyarakat yang kesulitan dalam menggunakan data untuk penanganan pandemi corona. Penyelenggara negara pun kerap mengalami kebingungan ketika harus membedakan data pribadi dan data publik tersebut.

Atas dasar itu, ia menilai pemerintah seharusnya bisa membuat pedoman yang detail untuk penggunaan data-data pribadi yang beririsan dengan data publik.

"Negara lain yang sudah relatif lebih mapan sudah punya (pedoman), kita belum. Ini juga penting nanti untuk pengambilan keputusan," ujarnya.

(Baca: Kemendikbud Bantah 1,3 Juta Data Pegawainya Bocor)

Menurutnya, pedoman itu nantinya harus bisa bersifat adil, dan harus memiliki dasar hukum yang jelas. Selain itu, data-data pribadi yang dapat digunakan untuk penanganan corona harus sesuai tujuannya. Data tersebut juga harus memadai, akurat, dan berjangka waktu.

Artinya, jika tujuan penggunaannya telah tercapai data data harus dimusnahkan. Hal itu lazim dilakukan di semua negara yang sudah memiliki standar perlindungan data pribadi.

Lebih lanjut, Alamsyah menilai data pribadi yang bisa digunakan untuk penanganan pandemi corona tak boleh masuk dalam kategori dirahasiakan secara absolut oleh UU.

Penggunaan data tersebut juga wajib untuk kepentingan publik semata dan hanya boleh berasal dari pengelolanya. Terakhir, akses terhadap data harus bersifat mitigatif.

"Dengan kata lain, teknik pemberian data harus diatur. Ada yang memang bisa dilihat, ada yang harus didampingi dalam melihatnya, ada yang harus dilakukan dalam waktu yang cepat," katanya.

(Baca: Bila UU PDP Dirilis, Tokopedia-Bhinneka Bisa Didenda jika Data Bocor)

Reporter: Dimas Jarot Bayu