Mulai 1 Juli 2020, para pelaku usaha di DKI Jakarta perlu menyediakan alternatif kantong belanja ramah lingkungan. Pasalnya, larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai mulai diberlakukan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan.
DKI Jakarta merupakan provinsi kedua setelah Bali yang melarang penggunaan plastik sekali pakai. Gubernur Anies Baswedan menandatangani aturan tersebut pada 27 Desember 2019, dan diundangkan 31 Desember 2019. Tujuannya, mereduksi produksi sampah plastik di wilayah ibukota.
Namun, menjelang peraturan larangan kantong plastik diterapkan, sejumlah kondisi berubah. Terutama, pandemi Covid-19. Meski demikian, aturan ini jalan terus. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Andono Warih menegaskan kalau Pergub akan tetap berjalan sesuai rencana.
"Nggak kita mundurkan. Kita masih on schedule sampai hari ini dan belum ada untuk perubahan. Kan ditandatangani tanggal 31 Desember 2019 dan disebutkan efektif berlaku 6 bulan setelahnya, berarti 1 Juli 2020," kata Andono yang dikutip dari Detik.com, akhir pekan kemarin. Dengan berlakunya Pergub itu, pelaku usaha di pusat perbelanjaan, supermarket, dan pasar tradisional diwajibkan menyediakan kantong belanja ramah lingkungan dalam pelayanannya.
Meski bertujuan untuk mereduksi sampah plastik dan mengurangi kebiasaan menggunakan kantong kresek, pergub tersebut dirasa kurang tepat jika diaplikasikan saat ini. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun. Menurutnya, banyak dari UMKM yang masih berupaya bangkit setelah ekonomi terdampak pandemi virus Corona. Sedangkan penerapan aturan tersebut akan memaksa UMKM untuk mencari alternatif kantong belanja yang belum tentu lebih murah. Akibatnya, berpotensi menambah beban biaya bagi para pelaku UMKM. Ikhsan berharap, Pemprov DKI Jakarta dapat meninjau kembali penerapan Pergub No. 142/2019 di awal bulan Juli 2020.
“Jadi [Pergub] perlu dievaluasi dan tidak perlu diterapkan terlebih dulu. Kalaupun mau tetap diterapkan, Pemprov DKI harus mempersiapkan terlebih dulu [kantong belanja] penggantinya, yang memiliki harga sama murahnya dan mudah diperoleh di mana-mana,” ucap Ikhsan kepada Suara.com.
UMKM Belum Siap
Kekhawatiran yang disampaikan Ikhsan juga tercermin dari kondisi di lapangan. Berdasarkan riset yang dilakukan Katadata terhadap 1.162 pelaku UMKM makanan dan minuman di Jakarta, 91,7 persen di antaranya mengaku terdampak pandemi Covid-19.
Sekitar 1.065 responden yang mengalami dampak pandemi tersebut menjelaskan kalau mereka menderita penurunan omzet. 56,7 persen di antaranya bahkan mengakui penurunan hingga lebih dari 30 persen.
Sementara itu hampir semua responden (95,5 persen) mengaku menggunakan kantong plastik dalam menjalankan usahanya. Sehingga bisa dikatakan Pergub 142/2009 ini akan mempengaruhi hampir semua pelaku UMKM di wilayah ibu kota.
Alasan penggunaan kantong plastik oleh sebagian besar UMKM adalah karena praktis, mudah didapat, relatif murah, serta mudah digunakan. Selain itu, penggunaan kantong plastik di masa pandemi ini justru meningkat di antara 29,4 persen pelaku UMKM, terutama pelaku UMKM makanan dan minuman. Alasan mereka adalah untuk meyakinkan pembeli akan kebersihan dari makanan yang mereka jual. Saat ini, penggunaan plastik sekali pakai pada masa pandemi cenderung meningkat karena diyakini bahwa plastik biar bagaimanapun tetap merupakan bahan yang paling aman untuk menjaga kebersihan makanan, serta untuk meminimalisir penyebaran virus. Pemakaian kantong atau tas belanja yang dipakai berulang kali, dikhawatirkan bisa menjadi media penularan COVID-19.
(Baca: Dua Sisi Kantong Plastik)
Ketentuan larangan penggunaan plastik ini menyulitkan posisi UMKM di masa pandemi ini, karena harus menambah beban biaya operasional bisnisnya namun tetap menjaga kepercayaan pelanggan dalam hal keamanan dan kebersihan produknya. “(Pemerintah seharusnya) memberi alternatif barang ramah lingkungan yang harganya sama dengan kantong plastik. Sebagai pedagang, untuk menentukan suatu harga makanan sudah ada break down biaya. Menyuruh juga harus memberikan solusi,” ucap responden survei Katadata. Adapun terkait produk pengganti kantong plastik, pegiat UMKM menjadikan harga, ketersediaan, kemudahan penggunaan, estetika, faktor kebersihan, kekuatan, fleksibilitas, dan kepraktisan sebagai faktor pertimbangan bagi produk pengganti.
Lebih lanjut, dari survei juga diketahui bahwa sebenarnya lebih dari 60 persen responden tidak berkeberatan untuk mencari alternatif kantong plastik kresek dan mematuhi pergub. Asalkan ada dukungan pemerintah untuk menyediakan kantong ramah lingkungan dengan harga yang relatif sama murahnya dengan kantong plastik, demikian harapan mereka. Sementara responden lain menambahkan “Ketegasan dan sosialisasi juga diperlukan, supaya program bisa berjalan dengan baik.”
Pemerintah Dukung UMKM
Sebenarnya, dukungan pemerintah yang diharapkan para pegiat UMKM itu sejalan dengan UU no. 20 Tahun 2008. Dalam aturan tersebut dijabarkan pentingnya dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya bagi UMKM.
Maka, sejatinya, pemerintah tidak tutup mata terkait dampak dari pergub ini. Apalagi ketika dihadapkan pada pertanyaan waktu penerapan aturan. 57,2 persen dari pegiat UMKM berharap baru mulai diterapkan setidaknya setelah pandemi Covid19 berakhir dan kondisi ekonomi telah pulih. “Harus bertahap dan melihat perkembangan ekonomi saat ini,” tutur salah satu responden.
Survei Katadata juga mengungkapkan terdapat 10.2% UMKM baru yang justru bermunculan di masa pandemi Covid-19 ini. "Jadi, seharusnya pertumbuhan UMKM ini dilindungi dari biaya-biaya tambahan untuk bisa terus berkembang,” kata responden lainnya.
Bagaimanapun, pemerintah, lewat Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) tentu tidak abai dengan kesejahteraan para pelaku UMKM yang terimbas pandemi Covid-19. Mereka menyiapkan langkah-langkah untuk memantik kebangkitan sektor UMKM
“Karena sejauh ini krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia itu yang menjadi penopang utamanya untuk kebangkitan ekonomi Indonesia adalah sektor UMKM," ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam Webinar bertajuk 'Koperasi dan UKM Membangun Ekonomi Baru Indonesia', Senin (8/6).