Mengurai Benang Kusut Bantuan Perlindungan Sosial

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/pras.
Warga antre mengambil bantuan sosial (Bansos) tunai di Kantor Pos Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020).
Penulis: Sorta Tobing
27/7/2020, 14.03 WIB

Pemerintah akan menambah jumlah penerima bantuan perlindungan sosial, dari 20 juta menjadi 29 juta orang. Bantuan ini ditujukan bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut alokasi anggarannya mencapai Rp 203,9 triliun. “Akan kami expand hingga 29 juta yang mencakup seluruh masyarakat baik di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua,” katanya, Sabtu (25/7), dikutip dari Tempo.co.

Alokasi dana itu tersebut mencakup program keluarga harapan (PKH) sebesar Rp 37,4 triliun, kartu sembako Rp 43,6 triliun, dan bantuan sosial (bansos) khusus Jabodetabek Rp 6,8 triliun. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan bansos non-Jabodetabek Rp 32,4 triliun, Kartu Prakerja Rp 20 triliun, diskon tarif listrik Rp 6,9 triliun, bantuan sembako Rp 25 triliun, dan bantuan lansung tunai (BLT) dana desa Rp 31,8 triliun.

Sebagian masyarakat telah menerima manfaat bansos itu. Realisasi dana PKH menjadi angkanya tertinggi, yaitu 51% atau Rp 37,4 Triliun. Lalu, diskon tarif listrik telah direalisasikan sebesar 44,9% atau 6,9 Triliun dan kartu sembasko sebesar 39,5% atau Rp 43,6 Triliun.

Pemerintah pun berupaya menggenjot konsumsi masyarakat dengan memperpanjang bansos tersebut. Sri Mulyani memastikan sudah ada tiga program yang diperpanjang hingga 2021, yakni bansos, PKH, dan Kartu Sembako.

Kementerian Keuangan, melansir dari Kontan.co.id, menargetkan penyerapan belanja penanganan virus corona di bidang perlindungan sosial bisa mencapai 95% pada Desember 2020. Dengan proyeksi itu, pemerintah berharap dapat menekan tambahan penduduk miskin baru menjadi satu juta jiwa saja. 

"Jadi kami tidak perlu muluk-muluk kalau tahun ini tetapi setidaknya  bisa menekan kenaikan penduduk miskin baru itu menjadi seminimal mungkin," ujar Analis Kebijakan Muda Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Ali Moechtar.

Data Jadi Kendala Utama Bansos

Proses distribusi kepada penerima manfaat bansos mengalami kendala pada masalah data yang menyebabkan distribusinya tidak tepat sasaran. Ombudsman Indonesia mencatat ada 1.052 aduan yang terkait masalah penyaluran bansos hingga Juni 2020.

Rata-rata laporan terkait bansos ialah bantuan yang tidak tersampaikan kepada penerima. Masalah lainnya adalah waktu penyaluran bantuan yang tidak seragam dan transpransi informasi.

Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan distribusi bansos di Indonesia tidak efektif. Pemerintah juga dinilai kurang jelas memetakan sasaran kelompok masyarakat penerima bantuan sosial. “Yang terkena dampak dari Covid-19 ini sebetulnya bukan cuma masyarakat yang dikatakan miskin itu yah, tapi juga kelompok lain,” ujar Roy kepada BBC Indonesia.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan penyaluran bantuan sosial tepat sasaran kepada warga yang berhak menerima. "Bansos ini harus tepat sasaran, tepat waktu dan tepat jumlahnya," katanya, dikutip dari Antara.

Kementerian Sosial pun sedang melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan anggarannya. Pengawasan ini terutama pada program dengan anggaran besar seperti PKH dan bantuan sembako. Menteri Sosial Juliari P Batubara mengatakan akan mengelolanya dengan baik meski tidak mudah karena jumlah penerimanya juga besar.

Ilustrasi UMKM di tengah pandemi corona. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/aww.)

Nasib UMKM Lokal

Penyaluran bantuan sebenarnya juga mendesak ditujukan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Organisai Tenaga Kerja Internasional (ILO) melakukan survei terhadap 571 pelaku UMKM di Indonesia terkait ketahanan usaha di tengah pandemi virus corona. Hasilnya, sebanyak 90% pelaku usaha mengatakan mengalami masalah arus kas dan memerlukan stimulus dana secepatnya.

Sebanyak 52% responden juga mengaku kehilangan setengah pendapatan usahanya akibat pandemi corona. Sebanyak dua dari tiga perusahaan juga menghentikan operasinya karena terhambat oleh kebijakan psychical distancing. Imbasnya, sekitar 63% perusahaan terpaksa mengurangi jumlah pekerja untuk mengurangi beban kas perusahaannya.

Penyaluran bantuan yang tidak mulus juga ditemui pada program bantuan UMKM. Pemerintah sebenarnya telah mengucurkan dana sebesar Rp 123,46 Triliun untuk UMKM. Anggaran itu disalurkan melalui lewat skema resturkturisasi kredit

Masalah kesesuaian data juga menjadi penghambat penyaluran dana UMKM. Kesulitan ini ditemui karena terlalu banyaknya kementerian yang membina UMKM. Hal ini pun diakui oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menegah Teten Masduki. “Big data UMKM parah betul. Kami sulit sekali ambil kebijakan. Ada 18 kementerian yang mengurus UMKM. Ini sulit sekali,” katanya.

Pemerintah pusat saat ini hanya mengacu kepada jumlah nasabah di perbankan dan lembaga pembiayaan formal. Menurut data nasabah, jumlah penerima stimulus ekonomi ini mencapai 69,9 juta orang.

Pemerintah saat ini mengerahkan beberapa lembaga untuk melakukan pendataan UKM. Jumlahnya ditaksir lebih dari 60 juta ini. ”Muncul kesulitan ketika data itu diperinci hingga namanya (pelaku UMKM) siapa, alamatnya di mana, dan usahanya jenis apa,” kata Sri Mulyani.

Total dana penyaluran dana kepada UMKM per 21 Juli 2020 hanya mencapai 9,59% atau Rp 11,84 Triliun. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan mengakui penyerapan dana ini tergolong lambat.

Penyumbang bahan: Muhamad Arfan Septiawan (magang)