Pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati pengurangan pesangon karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketentuan ini diatur pada klaster ketenagakerjaan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja.
Dalam rapat daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja yang digelar pada Ahad (27/9) lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah menyepakati skema pembayaran pesangon akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) maksimal sebanyak 32 kali gaji.
Total besaran pesangon itu sama dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebanyak 32 kali gaji. Yang membedakannya adalah soal siapa yang memberikan pesangon itu.
Dalam draf yang disepakati akhir bulan lalu, saat melakukan PHK, pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan membayar 9 kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kemudian, pada rapat pembahasan di tingkat tim perumus/ tim sinkronisasi RUU Ciptaker yang digelar Baleg DPR, Sabtu (3/10) malam, Pemerintah tiba-tiba kembali mengusulkan agar besaran pesangon untuk pekerja yang di-PHK kembali diubah menjadi maksimal 25 kali gaji. Komposisinya, 19 kali gaji dari pemberi kerja, dan enam kali gaji dari pemerintah melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Alasan pemerintah, pandemi Covid-19. "Dalam perkembangan bahwa dan memperhatikan kondisi saat ini terutama dampak pandemi Covid-19 maka beban tersebut diperhitungkan ulang," kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dalam rapat tersebut.
Detail Pesangon
Ketentuan soal pesangon bagi korban PHK dalam RUU Cipta Kerja tercantum dalam pasal 156, klaster ketenagakerjaan. “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima,” demikian tertulis dalam ayat 1.
Uang pesangon sebagaimana dimaksud adalah sebesar 1 bulan gaji untuk pekerja dengan masa kerja 1 tahun dan naik bertahap hingga maksimal 9 bulan gaji untuk mereka yang telah menjalani masa kerja di atas 8 tahun.
Kemudian, uang penghargaan masa kerja diberikan setara 2 bulan gaji untuk mereka dengan masa kerja 3-6 tahun. Angka itu akan meningkat sebanding masa kerja hingga maksimal 10 kali gaji bagi mereka yang telah bekekrja lebih dari 24 tahun.
Sedangkan, ketentuan yang terkait dengan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dalam pasal 82 pada bagian Jenis Program Jaminan Sosial Pasal 82. Program jaminan kehilangan pekerjaan adalah poin baru yang sebelumnya tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dalam RUU Cipta Kerja, jaminan kehilangan pekerjaan merupakan hak pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan dan Pemerintah.
“Peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah setiap orang yang telah membayar iuran,” demikian dikutip dari RUU Cipta Kerja.
Hanya, sebelum iuran tersebut berjalan, pemerintah akan menyetorkan modal awal untuk program jaminan kehilangan pekerjaan sebesar minimal Rp 6 triliun. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paripurna Digelar Hari Ini
Atas usulan pemerintah tersebut, Badan Legislatif DPR menyepakatinya. Namun, ada dua fraksi yang menolak, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat.
"Fraksi PKS tetap kesepakatan panja pertama, tidak menginginkan perubahan seperti yang disampaikan pemerintah," kata Anggota Badan Legislatif DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah, Sabtu (3/10).
Fraksi Partai Demokrat juga menolak usulan pemerintah soal pengurangan jumlah pesangon PHK. Anggota Baleg DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mempertanyakan urgensi pemerintah menurunkan besaran pesangon bagi pekerja yang di-PHK. Apalagi, usulan itu hanya didasarkan hasil survei yang menyebut baru 7% perusahaan yang mampu membayar pesangon sesuai aturan.
"Saya khawatir sekali kalau ini turun ini akan merusak tatanan yang sudah ada. Mereka (buruh) akan marah," ujarnya.
Bagaimanapun, DPR dan pemerintah tetap menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja pada hari ini, Senin (5/10). Agenda ini dipercepat dari yang semula direncanakan pada Kamis (8/10).
Rapat ini digelar ditengah penolakan buruh. Sejumlah organisasi buruh mengancam akan melakukan mogok kerja nasional mulai 6 sampai 8 Oktober untuk menolak RUU tersebut.
Ada sejumlah alasan buruh menolak RUU Cipta Kerja. Selain penurunan pesangon, buruh juga menolak penghapusan upah minimum sektoral. Kemudian, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tanpa batas atau kontrak seumur hidup.
Selain itu, buruh juga menolak pelonggaran outsourcing, jam kerja yang eksploitatif, penghilangan Sebagian hak cuti dan jaminan pensiun dan kesehatan.