Lewat RPP, Pemerintah Atur Jejaring Usaha BUMDes dan Peran Kepala Desa

ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/wsj.
Petani memanen bibit tanaman sayur kembang kol di Desa Darawolong, Karawang, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020). Pembibitan tanaman sayur di desa tersebut dikembangkan menggunakan dana desa dan penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) guna memperkuat ekonomi desa pada sektor pertanian produktif.
7/1/2021, 10.34 WIB

Pemerintah masih menyiapkan sejumlah aturan turunan Undang-undang Cipta Kerja. Salah satu aturan teknis yang telah dikeluarkan adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Dalam aturan tersebut, BUMDes diperbolehkan untuk memiliki unit usaha, seperti PT, yayasan, atau koperasi. Adapun, unit usaha BUMDes terpisah dari badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"BUM Desa dapat memiliki dan/atau membentuk Unit Usaha berbadan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 19 draf RPP BUMDes, seperti dikutip pada Rabu (5/1).

 Tak hanya itu, RPP ini juga memastikan peran penting kepala desa dalam pengelolaan BUMDes. Kepala desa yang bertindak sebagai penasihat memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan direksi, mengembangkan kerja sama BUMDes dengan pihak lain, hingga meningkatkan investasi serta pembiayaan badan usaha.

Adapun direksi dalam hal ini bertindak sebagai pelaksana operasional dan paling sedikit terdiri dari satu direktur dan bendahara. Direktur dalam hal ini memiliki masa jabatan paling lama dua kali lima tahun.

Unit Usaha BUMDes memiliki fungsi strategis serta berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan kesejahteraan umum. Selain itu, BUMDes harus menjadi pemilik saham mayoritas atas unit usaha tersebut.

Aturan itu juga mengatur, BUMDes dapat memiliki saham di luar unit usaha BUMDes setelah mendapat persetujuan musyawarah desa. Dalam pembentukan unit usaha baru, BUMDes dapat melakukan pinjaman kepada lembaga keuangan, pemerintah, pemerintah daerah, dan sumber dana lainnya.

Selanjutnya, Pasal 31 menyebutkan BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi atau pelayanan umum atau mendirikan unit usaha BUMDes untuk memperoleh keuntungan finansial dan pemberian manfaat kepada masyarakat. Keuntungan bisa diambil dari industri pengolahan berbasis sumber daya lokal, jaringan distribusi dan perdagangan, jasa keuangan, pelayanan umum prioritas kebutuhan dasar, perantara barang/jasa, dan kegiatan lainnya.

Selain itu, Pasal 32 menjelaskan BUMDes dapat menutup unit usaha bila terjadi penurunan kinerja atau kegagalan, terdapat indikasi pencemaran atau kerusakan lingkungan, terjadi penyimpangan atau pengelolaan yang tidak sesuai AD/ART BUMDes, dan sebab lainnya yang disepakati dalam musyawarah desa atau antar desa.

Meski begitu, penutupan unit usaha BUMDes dapat berakibat pembekuan BUMDes. Bila terjadi penutupan, maka aset desa yang dikelola, dipakai-sewa, dipinjam, dan diambil manfaatnya tidak dapat dijadikan jaminan yang menjadi tanggung jawab hukum unit usaha tersebut.

Ketentuan tentang penutupan dan/atau pembekuan Unit Usaha BUM Desa mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 32 ayat (3).

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja akan menguatkan posisi BUMDes sebagai badan hukum. Ini lantaran UU Nomor 6 Tahun 2014 belum mengatur detail badan usaha desa.

"Asumsi dasar UU Cipta Kerja terkait BUMDes yakni penegasan BUMDes sebagai entitas baru berbadan hukum," ujar Halim, seperti dikutip dalam keterangan pers.

Reporter: Rizky Alika