Keraguan Epidemiolog
Sementara itu, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono meragukan vaksinasi Covid-19 bisa tuntas dalam waktu 15 bulan. "Apalagi setahun, saya ragu," ujar dia saat dihubungi Katadata.co.id.
Ia pun mengingatkan, ketersediaan vaksin tidak bisa sepenuhnya dikendalikan oleh negara. Berkaca pada negara lain, Israel belum bisa melanjutkan vaksinasi lantaran pasokan vaksin tidak tersedia.
Pandu pun menilai, pemerintah perlu memastikan ketersediaan stok vaksin, terutama untuk kelompok lansia. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan kemampuan distribusi vaksin Covid-19. Sebagaimana diketahui, penyimpanan vaksin memerlukan rantai pendingin dengan suhu yang bervariasi.
Hingga saat ini, masih ada dua provinsi yang mengalami keterbatasan rantai pendingin, yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Alhasil, dua provinsi tersebut belum memiliki rantai pendingin untuk vaksin Sinovac.
Selain itu, Indonesia belum memiliki rantai pendingin dengan suhu minus 70 derajat Celsius. Padahal, vaksin Pfizer perlu disimpan dengan rentang suhu tersebut.
Berikut adalah Databoks negara-negara yang telah melakukan vaksinasi:
Setali tiga uang, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan target vaksinasi selama 15 bulan terlalu optimistis. "Sangat ambisius ya. Memang target itu penting untuk menjadi acuan," ujar dia.
Namun, ia memperkirakan periode vaksinasi yang realistis berkisar 2,5 tahun hinga 3 tahun. Hal ini mengingat ada tantangan geografis di Indonesia, seperti di Kalimantan dan Papua.
Tantangan geografis tersebut bisa mempengaruhi kualitas dan kuantitas vaksin yang terdistribusi. Ia menyebutkan, ada kasus pembuangan 500 dosis vaksin di Amerika lantaran proses penyimpanan yang keliru. "Itu negara maju. Apalagi sumber daya manusia kita," ujarnya.