Airlangga Larang Perusahaan Pungut Biaya Vaksin Covid-19 Mandiri

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 Sinovac ke seorang tenaga kesehatan di Rumah Sakit (RS) Umum Pusri Palembang, Sumatera Selatan, Senin (25/1/2021). Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 181,5 juta rakyat Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 sebelum tahun 2021 berakhir.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
25/1/2021, 20.56 WIB

Pemerintah tengah mengkaji akses vaksin Covid-19 mandiri bagi perusahaan. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melarang perusahaan memungut biaya vaksin kepada karyawan.

"Untuk perusahaan yang mengadakan program vaksin bagi karyawannya, tidak diperkenankan untuk memungut bayaran atau melakukan pemotongan gaji,” kata Airlangga seperti dikutip dari keterangan pers, Senin (25/1).

Kalaupun nantinya disetujui, pemerintah akan mengawal proses pengadaan vaksin mandiri guna mencegah terjadinya komersialisasi. Adapun, pengadaan vaksin mandiri akan dilakukan secara paralel dengan tidak mengurangi jatah vaksin gratis oleh pemerintah.

Vaksinasi mandiri oleh perusahaan diharapkan dapat mempercepat terjadinya kekebalan komunitas (herd immunity). Saat ini, pemerintah sedang melakukan pengadaan 426,8 juta dosis vaksin dari berbagai produsen yang akan disalurkan secara gratis. Estimasi kebutuhan anggaran untuk vaksin tersebut sebesar Rp 66,5 trilun-73,3 triliun.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tidak mempermasalahkan bila pengusaha diberikan akses vaksin corona berbayar. Namun, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. 

Pertama, vaksinasi dilakukan bukan untuk melindungi diri sendiri, tapi seluruh masyarakat dari Covid-19. Budi tak ingin kelompok kaya mendapatkan akses lebih awal ketimbang golongan yang tak mampu.

"Jangan sampai kelihatan golongan tertentu dapat akses lebih dulu. Saya yakin, para CEO ingin dapat akses dan Anda mampu untuk itu," ujarnya di hadapan para pengusaha saat Webinar 11th Kompas100 CEO Forum, Kamis (21/1) lalu.

Selain itu Budi juga meminta swasta tetap mendahulukan kelompok prioritas yakni tenaga kesehatan, pelayan publik, dan lanjut usia untuk menerima vaksin. "Tolong dipahami agar dijaga tahapannya. Kalau mau loncat (dari tahapan vaksinasi), pikirkan dampaknya ke orang lain," kata mantan Direktur Utama Bank Mandiri tersebut.

Penjelasan tersebut dijabarkan setelah Budi mengungkap adanya pesan WhatsApp dari para CEO yang merupakan mantan nasabahnya. Mereka meminta untuk diberikan akses vaksin Covid-19 secara mandiri. 

Berikut adalah Databoks proyeksi cakupan vaksinasi Covid-19 Indonesia dibanding negara lain di Asia: 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah membuka peluang akses vaksinasi Covid-19 secara mandiri bagi perusahaan swasta. Hal ini perlu dilakukan demi mempercepat penanganan corona. 

Namun Jokowi mengatakan merek vaksin dan lokasi vaksinasi untuk perusahaan kemungkinan akan berbeda dengan vaksin yang diberikan secara gratis.

Meski begitu, wacana tersebut bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Co-Leader LaporCovid19 Irma Hidayana menilai skema vaksin virus corona secara mandiri dapat menyebabkan ketidakadilan sosial. Sebab, hanya masyarakat yang memiliki finansial yang baik yang bisa memperoleh vaksin terlebih dahulu. 

Padahal menurut Irma, akses terhadap fasilitas dan layanan kesehatan merupakan hak semua orang dan dijamin oleh negara. “Dalam Peraturan Pemerintah mengenai vaksin sudah jelas tertulis bahwa pemerintah menjamin dan melaksanakan vaksinasi, yang artinya semua orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan vaksin,” ujar Irma dalam acara "Lindungi Hak Kesehatan Warga dan Keamanan Pelapor" pada Senin (25/1).

Reporter: Rizky Alika