PBB dan AS Kecam Tindakan Represif Aparat kepada Demonstran di Myanmar

ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/HP/sa.
Stringer . S Polisi menembakkan meriam air ke arah pengunjuk rayang melakukan demonstrasi menentang kudeta militer dan menuntut pembeba pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, Sela(9/2/2021).
10/2/2021, 16.48 WIB

Rangkaian unjuk rasa menentang kudeta militer di Myanmar terus membesar. Apalagi  setelah seorang demonstran wanita terluka parah usai ditembak dalam bentrokan hari Selasa (10/2).

Sebelumnya ribuan orang bergabung dalam demonstrasi terbesar selama lebih dari satu dekade. Mereka menggelar aksi di kota-kota utama Myanmar seperti Yangon, Naypyitaw hingga Mandalay.

Meski demikian, bentrokan akhirnya muncul dan diakhiri penangkapan sejumlah demonstran.  Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta aparat Myanmar untuk menghormati hak orang untuk melakukan protes secara damai.

"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola Almgren, perwakilan PBB di Myanmar dikutip dari Reuters,  Rabu (10/2).

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tengah meninjau bantuan ke negara tersebut untuk memastikan dalang penggulingan kekuasaan menghadapi konsekuensinya.

“Kami mengulang seruan kami untuk melepaskan kekuasaan, memulihkan pemerintahan yang terpilih demokratis, membebaskan mereka yang ditahan, dan mencabut semua pembatasan telekomunikasi,” kata Juru Bicara Kemenlu Ned Price.

Para pengunjuk rasa menyatakan akan terus menentang kudeta yang dilakukan militer terhadap kekuasaan Aung San Suu Kyi,  “Jika ada pertumpahan darah selama protes damai, maka akan ada lebih banyak (demonstrasi),” kata salah seorang pemimpin aksi, Esther Ze 

Halaman: