Cara Pemerintah Bangkitkan Industri Film, Nobar hingga Insentif Pajak

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww.
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan sebelum pengunjung memasuki area bioskop di Kota Cinema Mall, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/11/2020). Pemerintah setempat mengizinkan pengelola bioskop untuk kembali beroperasi dengan kapasitas penonton maksimal 50 persen dari total kapasitas.
Penulis: Happy Fajrian
31/3/2021, 09.03 WIB

Bertepatan dengan Hari Film Nasional, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menyiapkan strategi untuk mengembalikan geliat industri perfilman tanah air yang terpukul pandemi Covid-19.

Direktur Industri Kreatif, Film, Televisi dan Animasi Kemenparekraf, Syaifullah Agam mengatakan setidaknya terdapat tiga skema utama yang dijalankan untuk mengembalikan roda industri film.

"Yang pertama, kami sedang menyiapkan beberapa tema atau strategi tentang skema mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali menonton, bahwa menonton itu aman," ujar Syaifullah, Selasa (30/1).

Ini lantaran masih banyak masyarakat yang ragu untuk menyaksikan film dengan layar lebar di bioskop meski protokol kesehatan sudah diterapkan dengan sangat ketat. Vaksinasi Covid-19 pun diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali menonton bioskop.

Sejauh ini, pemerintah telah menjalankan kampanye untuk kembali ke bioskop. Namun agar lebih menarik minat masyarakat, pihak Kemenparekraf akan membuat kampanye yang lebih massif.

"Kami juga ada rencana para petinggi-petinggi dengan Mas Menteri (Sandiaga Uno) mau mengadakan nobar (nonton bareng) tapi masih cari waktu yang pas. Tapi yang jelas kami akan mendorong kampanye tadi bersama semua stakeholder di dalam industri ini," kata Syaifullah.

Rencana kedua menghadirkan sebuah konten yang bagus di bioskop. Saat ini pihak Kemenparekraf masih terus menggodok dengan intens antara pelaku film dan juga bersama Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Program tersebut diharapkan dapat diwujudkan paling cepat pada Juli 2021.

"Karena menggunakan uang negara berarti dibutuhkan langkah-langkahnya, skemanya seperti apa, siapa yang berhak menerima, bagaimana kriterianya dan lainnya, itu harus dihitung betul-betul dan ini masih dalam tahap pendiskusian," kata Syaifullah.

Menurut laporan filmindonesia.or.id (FI), laju pertumbuhan layar dan bioskop pada 2020 melambat, terpukul pandemi Covid-19. Simak databoks berikut:

Ketiga, Kemenparekraf berencana untuk menanggung biaya pajak tontonan untuk membangkitkan sektor industri film sama seperti pada industri lainnya yang juga pajaknya ditanggung oleh pemerintah pusat.

"Ini yang kita coba lagi jajaki dulu, mudah-mudahan bisa segera dan ini yang mungkin bisa paling cepat. Tapi ini harus transparan, clear dan fair," ujar Syaifullah.

Syaifullah mengatakan Kemenparekraf sangat optimis industri perfilman akan kembali seperti sedia kala. Meski demikian, masyarakat diharapkan tetap mematuhi protokol kesehatan.

"Walaupun back normal jaga kesehatan juga penting supaya kita bisa berkreasi, berinovasi dan menghasilkan karya-karya unggulan yang bisa membawa film nasional kita nembus ke ajang global biasanya kalau ke tekan, bounce backnya lebih tinggi," ujar Syaifullah.

Setahun Pandemi Bisnis Bioskop Terpuruk

BIOSKOP DI GARUT MULAI BEROPERASI (ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah/agr/hp.)

Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) mengatakan kondisi industri bioskop sampai saat ini masih memprihatinkan. “Penonton masih sepi, film juga belum banyak. Masih belum signifikan perubahannya sejak tahun lalu,” kata Djonny kepada Katadata.co.id, Selasa (30/3).

Ia mengatakan meskipun program vaksinasi sudah berjalan, namun belum bisa membuat masyarakat berani untuk mengunjungi bioskop karena jumlah vaksinasi yang dilaksanakan belum mencapai 60%.

“Vaksinasinya saja belum banyak, kalau sudah 60-70% baru kami punya harapan besar untuk masyarakat bisa kembali ke bioskop. Kepercayaan masyarakat masih rendah dan masih takut untuk mengunjungi bioskop dalam kondisi pandemi” ujar dia.

Djonny menduga ketakutan masyarakat untuk datang ke bioskop lantaran ada kampanye hitam (black campaign) yang menyebutkan penularan Covid-19 di ruangan bioskop dapat terjadi karena berada di ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang tidak lancar.

“Takutnya itu karena ditakut-takuti. Restoran saja yang berhadap-hadapan dan bebas ngobrol banyak yang mau datang kok. Bioskop ini kan sudah dibatasi, protokol kesehatannya juga jelas, dan semua menghadap layar, tidak ada yang ngobrol. Tolong jangan ada black campaign terhadap bioskop,” kata Djonny.

Selain rendahnya kepercayaan masyarakat, tidak ada film yang masuk ke bioskop juga menjadi salah satu faktor industri bioskop sulit bangkit di masa pandemi. Ia mengatakan tidak ada film nasional yang akan tayang di bioskop dalam waktu dekat.

“Untuk film nasional stoknya sudah habis. Banyak yang tidak berani masuk bioskop. Pasarnya bisa saya katakan sempit, jadi mereka takut rugi, gimana kalau tidak ada penontonnya?” kata Djonny.

Sedangkan untuk film asing Djonny mengatakan ada beberapa yang sudah tayang dan akan tayang, diantaranya Godzilla vs. Kong dan Stand by Me Doraemon 2.

Djonny menjelaskan baik CGV maupun XXI yang merupakan dua jaringan bisnis bioskop terbesar di Indonesia saat ini masih mengalami kerugian. “Dua-duanya rugi, tidak ada yang untung. Kerugian bisa mencapai 150 juta/bulan,” katanya.

Reporter: Antara, Cahya Puteri Abdi Rabbi