Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan larangan mudik lebarantahun ini. Keputusan ini membuat pengusaha jasa transportasi kecewa karena akan kehilangan kesempatan untuk mendongkrak pendapatan dan memulihkan bisnisnya yang terpukul pandemi Covid-19.
Business Development Perusahaan Otobus (PO) Safari Dharma Raya, Marissa Leviani mengatakan bahwa industri otobus sudah cukup terpuruk selama satu tahun karena pandemi dan larangan mudik yang juga diberlakukan tahun lalu.
“Kami sebagai pengusaha bis sangat kecewa. Pelarangan tidak apa, namun apakah ada solusi dari pemerintah terkait bagaimana kami bisa survive?” kata Marissa kepada Katadata.co.id, Selasa (30/3).
Ia mengatakan bahwa larangan mudik tahun lalu tidak membuat kendaraan plat hitam dan travel gelap berhenti beroperasi. Sebaliknya, kendaraan plat hitam dan pengusaha travel gelap tetap dapat beroperasi dan melakukan perjalanan mudik.
Ia kecewa karena pemerintah selalu melarang namun tidak ada tindakan untuk mendukung industri yang terdampak larangan tersebut.
“Kami semua memiliki kewajiban seperti membayar leasing dan karyawan kami. Bagaimana nasib mereka bila selalu ada larangan dan menurunkan pendapatan kami? Driver dan kernet kami harus makan apa?” ujarnya.
Marissa mengatakan sempat merasakan peningkatan penumpang pada saat pelonggaran PSBB oleh pemerintah, namun peningkatan yang dirasakan juga tidak signifikan. Ia menambahkan, pendapatan yang didapat pada awal tahun 2021 kembali mengalami penurunan hingga 50%.
“Intinya kami dari pengusaha bis mau saja mendukung seluruh program pemerintah untuk menekan angka penyeberan Covid-19, namun kami berharap ada solusi juga agar kami bisa bertahan,” kata Marissa.
Sementara itu Kepala Operasional Perusahaan Otobus (PO) Nusantara di Kudus, Jawa Tengah, Soni Wibowo mengatakan bahwa sejak pandemi dimulai hingga saat ini bisnisnya masih belum pulih. “Bahkan kembali pulih 50% saja belum, karena kenyataannya di lapangan memang minim penumpang,” ujarnya, Rabu (31/3).
Dia berharap ada kelonggaran aturan soal mudik lebaran agar pelaku bisnis transportasi umum masih bisa mendapatkan pemasukan untuk menutupi biaya operasional yang cukup tinggi.
Pasalnya, mudik lebaran sangat dinantikan pelaku bisnis transportasi umum karena menjadi masa ‘panen’ untuk mendapatkan pemasukan yang lebih besar dibandingkan hari-hari biasa.
"Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada pemasukan perusahaan, bahkan karyawan juga ikut terdampak karena pemasukan minim akhirnya mengundurkan diri untuk beralih profesi," ujarnya.
Ia mengakui tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK), melainkan karyawan sendiri yang memutuskan untuk mengundurkan diri karena pendapatannya semakin berkurang.
Sekjen DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono berharap Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mempertimbangkan keberlangsungan pemangku kepentingan di sektor transportasi yang selama ini terdampak oleh pandemi.
“Selama ini kami sudah bersyukur dengan pembatasan jumlah penumpang, itu saja okupansi turun signifikan. Kalau dilarang mudik, kami makin merana,” katanya.
Ia menyebut, selama ini pihaknya kooperatif dan mendukung kebijakan Pemerintah dalam rangka mengurangi penyebaran Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan, membersihkan perangkat, hingga vaksinasi bagi awak angkutan jalan.
“Kalau mau mengendalikan angkutan jalan tentunya ya mengendalikan dua-duanya, skenarionya harus lebih baik supaya industri angkutan umum jalan juga lebih positif,” ujarnya.
Pemerintah harus bersikap adil dalam kebijakan mengendalikan pergerakan masyarakat. Menurut dia, angkutan umum yang beroperasi secara komersil hanya sebagian kecil dari angkutan jalan yang didominasi oleh kendaraan pribadi.
Insentif Bagi Perusahaan Transportasi Umum yang Terdampak Larangan Mudik
Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin mendorong Kementerian Perhubungan untuk mempertimbangkan pemberian insentif bagi perusahaan jasa transportasi umum yang terdampak kebijakan larangan mudik.
Dia khawatir kebijakan larangan mudik jika tidak diiringi aturan terkait transportasi tidak akan efektif untuk menekan mobilitas masyarakat. Di sisi lain, kebijakan ini mengakibatkan perusahaan transportasi merugi.
“Karena itu, DPR mendorong Kemenhub untuk mempertimbangkan pemberian insentif bagi perusahaan jasa transportasi umum yang terdampak," kata Azis Syamsuddin melalui keterangan tertulis.
Selain insentif, ia juga mendorong Kementerian Perhubungan segera mengeluarkan aturan tentang pelarangan operasional transportasi umum untuk kegiatan mudik.
Hal tersebut, lanjutnya, mengingat pentingnya aturan tersebut agar upaya menekan mobilisasi masyarakat saat libur lebaran dapat berjalan secara efektif.
Azis juga mendorong pemerintah pusat, pemerintah daerah (Pemda), dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 untuk menjadikan hasil evaluasi libur lebaran tahun lalu dan libur awal tahun baru 2021 sebagai dasar penyusunan petunjuk teknis larangan mudik.