18 Juta Orang akan Mudik, Ada Potensi Lonjakan Covid-19 RI Ikuti India

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/hp.
Personel kepolisian terpaksa menurunkan penumpang travel gelap saat terjaring penyekatan pemudik di pintu keluar tol Pejagan-Pemalang, Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (6/5/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
6/5/2021, 16.26 WIB

Survei Kementerian Perhubungan memperkirakan sekitar 18 juta orang akan mudik keluar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Ahli epidemiologi khawatir akan ada lonjakan kasus Covid-19 setelah hari raya Idul Fitri.  

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono, menyebut lonjakan kasus Covid-19 dari mudik berpotensi menimbulkan kasus India kecil di beberapa wilayah.

"Saya takutkan India kecil terjadi di Indonesia. Mungkin akan terjadi peningkatan kasus dan kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan di provinsi tertentu," kata Yunis dikutip dari Antara, Kamis (6/5).

Penyebab melonjaknya kasus Covid-19 di India disebabkan kerumunan besar saat acara ritual keagamaan. Saat ini fasilitas kesehatan India menghadapi kesulitan menangani lonjakan kasus baru dengan rata-rata  300 ribu kasus per hari.

Kerumunan saat lebaran ini berpotensi terjadi di Indonesia dengan banyaknya masyarakat yang mudik. Pemerintah sudah membuat larangan mudik pada rentang 6-17 Mei. Namun, masyarakat tetap mudik di luar tanggal yang ditetapkan pemerintah.   

Pakar Epidemiologi dari FKM Universtias Airlangga Laura Navika Yamani menyoroti kebijakan larangan mudik yang diinterpretasikan berbeda oleh masyarakat. Masyarakat menilai larangan mudik hanya berlaku pada tanggal tertentu.

Semestinya, larangan mudik tidak dibatasi waktu. "Harusnya pemerintah belajar. Jadi kita tahu kegiatan kerumunan terutama pada libur itu memicu peningkatan kasus," katanya.

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menyoroti sistem deteksi kasus Covid-19 di Indonesia yang belum memadai. Dia menilai masih belum optimalnya sistem deteksi membuat peningkatan kasus virus corona tidak terdeteksi secara cepat.

Terlebih, masih banyak masyarakat yang enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan saat mengalami gejala Covid-19. Dicky menyebut permasalahan ini merupakan hal serius karena penyebaran virus menjadi tak terpantau.

Ia memperkirakan, virus corona akan meledak di masyarakat. "Potensinya sudah ada karena bom waktu ada di mana-mana. Banyak klaster tak terdeteksi," ujar dia.

Dicky menilai, pergerakan masyarakat semestinya dibatasi, baik pada sebelum dan sesudah larangan mudik. Terlebih, ada ancaman penularan virus corona varian baru. "Kita masih dalam kategori community transmission," ujar dia.

Dari hasil survei Kementerian Perhubungan, sekitar 18 juta orang masih nekat melaksanakan mudik lebaran meski dilarang pemerintah. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan sebanyak 11% dari responden menyatakan tetap akan mudik lebara meski dilarang pemerintah. "Setelah dilakukan pelarangan turun menjadi 7%. Itu pun cukup banyak 18 juta," kata Budi, Rabu (5/5).

Budi mengatakan, tujuan para pemudik paling banyak adalah ke Jawa Tengah, yakni lebih dari 30% dan Jawa Barat lebih dari 20%, setelah itu Jawa Timur, Banten dan sekitarnya, Lampung, Sumatera Selatan, dan seterusnya.

Ia mengatakan, kendaraan yang paling banyak digunakan oleh pemudik adalah mobil dan motor. Oleh karena itu, ia mengharapkan pimpinan kepala daerah saling berkoordinasi untuk mengerahkan petugas menjaga perbatasan dan bisa mengendalikan pergerakan masyarakat selama larangan mudik.

Reporter: Rizky Alika

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan