Anak-anak menjadi salah satu kelompok yang rentan tertular virus corona dengan persentase kematian yang besar ada pada balita. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tingkat kematian pada usia 0-28 hari sebesar 16 persen, usia 29 hari-11 bulan sebesar 23 persen, dan usia 1-5 tahun sebesar 20 persen.
Berkaca dari tingginya persentase kematian pada balita yang terpapar Covid-19, optimalisasi gerakan vaksinasi bagi ibu menyusui perlu didorong. Begitu juga terhadap ibu menyusui yang telah terpapar Covid-19.
“Selama sudah recovery, tidak masalah untuk diberikan vaksinasi," ujar Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Mei Neni Sitaresmi dalam Katadata Forum Virtual Series berjudul “Sudah Terpapar Covid-19, Boleh Vaksin?” beberapa waktu yang lalu.
Mei menambahkan, penyintas yang telah sembuh tak perlu menunggu hingga tiga bulan untuk mendapatkan vaksin. Menurutnya, vaksinasi juga bisa mendatangkan manfaat bagi bayi. “Ketika divaksinasi maka sel kekebalan bisa masuk ke ASI (air susu ibu) dan melindungi bayi,” katanya.
Berdasarkan studi yang dilakukan para peneliti di Massachusetts General Hospital, Brigham and Women’s Hospital, dan Ragon Institute of MGH, MIT and Harvard, vaksin baru mRNA Covid-19 sangat efektif dalam memproduksi antibodi untuk melawan virus SARS-CoV-2 pada ibu hamil dan menyusui. Seperti dikutip dari situs berita resmi Universitas Harvard.
Hasil studi yang dipublikasikan di Jurnal Obstetri dan Ginekologi Amerika (AJOG) ini juga menunjukkan jika vaksin memberikan kekebalan protektif kepada bayi baru lahir melalui ASI dan plasenta.
Penelitian tersebut mengamati 131 perempuan pada kelompok usia reproduksi dengan rincian 84 orang hamil, 31 orang menyusui, dan 16 orang yang tidak hamil. Semuanya telah menerima satu dari dua vaksin baru mRNA: Pfizer/BionTech atau Moderna. Tingkat antibodi setara di tiga kelompok tersebut dan efek samping vaksinasi juga jarang terjadi di semua partisipan penelitian.
Sementara itu, berdasarkan scientific brief yang ditayangkan pada 23 Juni 2021 di situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah dilakukan penelitian terhadap 46 pasangan ibu-bayi. Kondisinya semua ibu terkena Covid-19, sementara 13 bayi dinyatakan positif Covid-19.
Dari hasil penelitian itu, ASI dari 43 ibu dinyatakan negatif dari virus Covid-19 sementara sampel dari tiga ibu dinyatakan positif mengandung partikel virus melalui reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Dari tiga sampel tersebut, satu bayi dinyatakan positif Covid-19 namun praktik pemberian makan tidak dilaporkan.
Adapun dalam artikel pracetak dilaporkan, respon imun sekretori immunoglobulin A (sIgA) terhadap virus COVID-19 ditemukan pada 12 dari 15 sampel ASI dari ibu dengan COVID-19. Namun kekuatan dan daya tahan IgA belum dipelajari secara memadai untuk mengatasi perlindungan dari COVID-19 di antara bayi yang disusui.
Saat ini, belum cukup data untuk menyimpulkan penularan vertikal COVID-19 melalui kegiatan menyusui. Pada bayi, risiko infeksi COVID-19 rendah dengan level ringan atau tanpa gejala. Sedangkan konsekuensi dari terhentinya kegiatan menyusui menjadi signifikan.
Manfaat menyusui dan interaksi ibu-bayi untuk mencegah infeksi dan meningkatkan kesehatan sangat penting ketika layanan kesehatan terbatas. Namun, patuh terhadap upaya pengendalian infeksi juga sangat penting untuk mencegah penularan kontak antara ibu yang diduga atau terkonfirmasi COVID-19 dengan bayi yang baru lahir.
WHO merekomendasikan ibu yang diduga atau dikonfirmasi Covid-19 harus didorong untuk memulai atau melanjutkan menyusui. Menurut WHO, manfaat menyusui secara substansial lebih besar daripada potensi risiko penularan.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan