Bus Bersubsidi Layani 30 Ribu Penumpang Per Hari Selama Masa PPKM
Kementerian Perhubungan mengatakan layanan bus bersubsidi (Buy The Service/BTS) melayani penumpang sebanyak 23.000-30.000 per hari selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, sebagian besar masyarakat yang menggunakan layanan tersebut adalah masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah. Sebab, selain belum berbayar, layanan ini juga memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan bagi pelanggan, serta membuat waktu perjalanan menjadi lebih efisien.
"Terdapat 23.000-30.000 penumpang harian selama Juli-Agustus 2021. Hal tersebut adalah bukti bahwa kehadiran angkutan umum yang handal merupakan sebuah keharusan," katanya dalam sebuah Webinar, Kamis (9/9).
Layanan bus bersubsidi Buy The Service (BTS) ini sudah terselenggara di lima kota sejak tahun lalu, yakni Solo, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Denpasar. Kemudian direncanakan akan hadir di lima kota lain yaitu Bandung, Surabaya, Makassar, Banyumas, dan Banjarmasin pada tahun ini.
Layanan ini juga akan segera hadir di Makassar, Sulawesi Selatan dan terlaksana mulai September atau Oktober 2021.
Untuk mempercepat keberadaan bus bersubsidi, pemerintah daerah diminta turut serta berperan aktif dalam mengubah kebiasaan dan pola pikir masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi untuk beralih ke transportasi publik guna menghadirkan sistem transportasi perkotaan yang lebih baik.
“Saya mengharapkan peran serta dari Pemda untuk mengubah kultur yang terbentuk sejak lama dan sudah nyaman, dari penggunaan kendaraan pribadi kepada kendaraan umum,” katanya.
Penggunaan kendaraan pribadi dinilai sebagai pemborosan bahan bakar minyak (BBM) yang berakibat pada pengeluaran masyarakat dan nilai impor BBM yang dilakukan pemerintah. Selain itu, penggunaan kendaraan pribadi juga menimbulkan kemacetan yang berujung pada kerugian ekonomi akibat aspek buruk yang ditimbulkan.
Sektor transportasi terbukti menjadi penyumbang terbesar kedua emisi gas rumah kaca. Sebanyak 75% kecelakaan lalu lintas di Indonesia juga berasal dari kendaraan pribadi, khususnya roda dua dan tiga.
Sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah harus menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan baik di perkotaan atau pedesaan. Dalam hal ini, tidak hanya pemerintah pusat, tapi juga pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
“Sekarang ini kami lihat sudah mulai banyak para Gubernur, Bupati dan Walikota yang menyiapkan anggaran untuk mensubsidi dan menyiapkan ketersediaan baik itu sarana maupun prasarana untuk angkutan massal perkotaan yang sesuai dengan efektasi masyarakat,” kata dia.
Ada dua strategi yang harus dilakukan pemerintah dalam menerapkan program BTS, yaitu pull and push strategy. Pull strategy dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menarik masyarakat untuk menggunakan angkutan massal perkotaan dengan memberikan kebutuhan bus dan lisensi kepada operator dengan standar pelayanan minimal (PSM) dengan sanksi apabila pengemudi mengabaikan aspek keselamatan.
“Kalau kemudian pengemudinya perilakunya tidak sesuai, kita akan bisa melihat perilaku pengemudinya. Kalau tidak bagus akan mendapat sanksi seperti pengurangan produksi dan bonus yang diberikan,” katanya.
Sedangkan push strategy merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk mendorong masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Adapun yang bisa dilakukan dalam melakukan strategi ini adalah dengan melakukan manajemen ruang dan waktu untuk akses kendaraan pribadi.
“Jadi ada pembatasan, supaya masyarakat mengurungkan niatnya untuk menggunakan kendaraan pribadi. Misalnya dengan memberlakukan ganjil-genap, pengaturan ruang parkir dengan menaikkan biaya parkir,” ujar dia.