Harga Tes PCR Turun, RS dan Laboratorium Setop Layanan Tes Covid-19

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Mobil tes usap keliling di Kantor Gubernur Sumatera Barat, di Padang, Senin (24/5/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
29/10/2021, 18.26 WIB

Pemerintah menurunkan batas tarif tertinggi pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Penurunan harga tersebut membuat beberapa laboratorium dan rumah sakit menghentikan layanan pemeriksaan tes Covid-19 menggunakan metode PCR.

"Ada beberapa laboratorium yang tidak lagi melayani PCR setelah keputusan penurunan harga. Mereka menunggu harga reagen turun," kata Ketua Persatuan Ddokter Spesialis Patologi Klinik Aryati kepada Katadata.co.id, Jumat (30/10).

Reagen menjadi komponen utama dalam penentu harga tes PCR, sehingga rumah sakit dan laboratorium memantau penurunan harganya.

Kementerian Kesehatan menurunkan harga tes PCR di Jawa-Bali sebesar Rp 275 ribu, sedangkan luar Jawa-Bali Rp 300 ribu. Dengan penurunan tarif itu, para penyelenggara tes kebingungan untuk menghabiskan alat tes yang sudah dibeli dengan harga lama. Salah satunya, alat tes GeneXpert dibeli dengan biaya Rp 550 ribu per catridge.

"Tanpa ada sosialisasi harga, stres semua. Karena banyak yang sudah beli dengan harga lama. Jumlahnya ribuan," ujar Aryati.

Katadata.co.id mencatat terdapat beberapa rumah sakit yang menghentikan layanan PCR sejak tarif baru diberlakukan. RS Unggul Karsa Medika Bandung mengumumkan, pelayanan PCR mandiri drive thru dan homecare dihentikan mulai 28 Oktober 2021.

"(Dihentikan) sampai batas waktu yang belum ditentukan," demikian tertulis dalam akun Instagram @rsunggulkarsamedika.

Kemudian, RS Immanuel Bandung juga meniadakan sementara pemeriksaan PCR untuk pasien rawat jalan mulai 28 Oktober. "Untuk sementara test PCR saat ini tidak ada," ujar layanan registrasi RS Immanuel saat dihubungi, Jumat (29/10).

Aryati menjelaskan ada dua sistem pengerjaan PCR, yaitu sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (closed system). Sistem terbuka dapat menggunakan reagen mana saja, tidak perlu berasal dari produk yang sama dengan alat ekstraksi maupun alat PCR.

Namun, sistem terbuka dikerjakan secara manual, membutuhkan waktu yang lama, serta perlu ketelitian yang tinggi. Adapun sistem tertutup harus menggunakan reagen dari produk yang sama dengan alat ekstraksi maupun alat PCR. Sistem ini bekerja secara otomatis serta waktu pengerjaannya lebih singkat.

Dengan demikian, sistem terbuka lebih murah dibandingkan dengan sistem tertutup. Namun, sistem terbuka tetap memerlukan biaya pemeriksaan yang tidak murah.

"Terutama pengguna closed system pasti kebingungan, pengguna open system tentu juga mesti bermanuver," ujar dia.

Untuk menggunakan alat tes dengan kualitas baik, perlu biaya yang lebih mahal. Namun, alat dengan mutu berkualitas belum bisa didapatkan meskipun harga tes PCR dipatok sebesar Rp 495 ribu.

Aryati pun khawatir, penurunan harga PCR akan berpengaruh terhadap kualitas tes. "Seperti menggunakan dosis yang tidak penuh untuk reagen," katanya.


Sekjen Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh mengatakan harga reagen saat ini berkisar Rp 150 ribu-200 ribu. "Harga tergantung dinamika pasar," ujar dia.

Harga reagen tersebut sudah lebih terjangkau dibandingkan tahun lalu. Pada November 2020, harga reagen masih sebesar Rp 500 ribu lantaran minimnya produsen reagen. Selain itu, permintaan reagen juga masih rendah lantaran kasus Covid-19 saat itu hanya berkisar 1.000 kasus.

Infografik_Gencar testing tarif pcr dipangkas (Katadata)
Reporter: Rizky Alika

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan