Sejarah Alat Musik Rebana yang Lekat dengan Tradisi Islam

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Perajin membuat alat musik tradisional Aceh di Desa Leuhan, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Selasa (28/1/2020). Berbagai kerajinan alat musik tradisional Aceh seperti gendang, rapai, seurune kale, tambo, taktok trieng, rebana, beduk masjid, bereguh, suling dan bangsi dijual berkisar antara Rp25 ribu sampai Rp8 juta per unit tergantung ukuran dan tingkat kesukaran dalam pembuatan.
Penulis: Niken Aninsi
Editor: Intan
19/11/2021, 22.25 WIB

Alat musik rebana dikenal dalam rangkaian musik gambus yang sarat akan nilai keislaman. Istilah rebana biasa dipakai oleh masyarakat umum dibandingkan nama aslinya, yakni Daff.

Rebana hadir dalam berbagai macam bentuk dan ukuran, serta nama yang berbeda-beda. Ukuran terkecil disebut sebagai rebana ketimpring, marawis, hadroh dan rebana kasidah. Sementara di daerah Jawa Tengah disebut sebagai genjring, jidor atau tambur, kempling, ketimpring dan lain-lain.

Sejarah Rebana

Sejak zaman leluhur, seni telah berkembang sebagai bagian dari kegiatan ritual manusia untuk berhubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural.

Kegiatan itu pada hakikatnya merupakan wujud dari ungkapan rasa syukur, misalnya menyambut panen, kelahiran, pernikahan atau rasa duka karena menghadapi bencana alam atau kematian, sukacita menyambut kemenangan perang dan sebagainya. Wujudnya berupa tarian, nyanyian, musik, gambar, patung, pahatan dan lain-lain.

Pada perkembangan selanjutnya, ungkapan yang dikenal sebagai karya seni tersebut disajikan untuk memperkuat kepercayaan dan konsepsi religi mengenai kehidupan manusia.

Di samping sebagai hiburan dan kesenangan, kehadiran kesenian juga dikelompokan sebagai bentuk pemujaan yang berkaitan dengan religi atau kepercayaan seperti tari dalam ritual agama, seni yang berhubungan dengan religi atau kepercayaan bersifat sakral atau suci.

Kesenian rebana sering dikaitkan dengan kesenian tradisional Islam. Kesenian tradisional bersumber dan berakar, serta telah dirasakan sebagai milik masyarakat lingkungannya. Kesenian tradisional selalu berkaitan dengan adat istiadat yang berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lain. 

Rebana merupakan alat musik yang memiliki ukuran bervariasi, rata-rata bentuknya pipih. Alat musik rebana umumnya terbuat dari selembar kulit yang direntangkan pada bingkai kayu yang bundar, kemudian pada bingkainya sering ditambahkan beberapa logam pipih.

Konon, kata rebana berasal dari kata Arbaa (bahasa Arab) yang bermakna empat. Bilangan empat ini mengandung prinsip-prinsip dasar agama Islam, yaitu melakukan kewajiban terhadap Allah SWT, masyarakat, kepada alam dan melakukan kewajiban pada diri sendiri.

Rebana merupakan alat musik yang cukup popular di masyarakat Muslim. Rebana memiliki sebutan yang luas seperti robana, rabana, terbana, terebang atau terbang.

Berdasarkan literatur sejarah kesenian yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional tahun 1990, instrument musik rebana masuk ke Indonesia sekitar abad 15 masehi, kemudian perkembangan agama Islam di Indonesia memberikan pengaruh terhadap perkembangan seni rebana.

Hal ini terjadi sejak 1945 hingga saat ini. Perkembangan ini ditandai dengan banyaknya kegiatan festival-festival seni rebana yang dimulai dari tingkat desa hingga sampai pada tingkat nasional, serta banyaknya pergelaran-pergelaran seni rebana, baik di panggung hiburan yang sifatnya resmi, maupun yang tidak resmi.

Jenis Seni Rebana

Kesenian rebana di Indonesia mendapat pengaruh dari berbagai aspek, salah satunya adalah kebudayaan daerah. Terdapat berbagai macam jenis alat musik rebana dengan nama, manfaat dan penggunaan yang berbeda-beda dari ukuran terkecil hingga ukuran besar seperti ketimpring, hadroh, kasidah, maukhid dan biang.

1. Rebana Ketimpring

Rebana Ketimpring Rebana adalah jenis rebana paling kecil. Garis tengah hanya berukuran 20 sentimeter (cm) sampai 25 cm. Sebutan rebana ketimpring dikarenakan adanya tiga pasang kerincingan, bentuknya semacam kecrek yang dipasang pada badan rebana yang terbuat dari kayu. Menurut istilah setempat, kayu itu disebut “kelongkongan”.

Rebana ketimpring ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai rebana ngarak atau mengiringi pengantin, serta sebagai rebana pengiring maulid.

2. Rebana Hadroh

Mirip rebana ketimpring, ukuran rebana hadroh lebih besar. Rebana hadrah adalah jenis alat musik rebana yang menggunakan tiga buah rebana yaitu, “bawa” untuk irama pukulannya cepat dan berfungsi sebagai komando. Selanjutnya adal "seling” untuk saling mengisi dengan “bawa”, serta "gedug" yang berfungsi sebagai bas.

Alat rebana ini memiliki garis tengah berukuran rata-rata 30 cm. Lagu rebana hadroh diambil dari syair diiwan hadroh dan syair addibaai.

3. Rebana Kasidah

Rebana kasidah merupakan seni musik Islam yang sangat populer. Jenis musik ini merupakan perkembangan dari rebana dor. Kasidah merupakan bentuk puisi Arab yang sudah ada sebelum datangnya Islam. Namun, setelah datangnya Islam kasidah kini menjadi milik Islam karena kerap digunakan sebagai media pemahaman tentang Islam dan sebagai alat dakwah dalam syiar Islam.

Kasidah (qasidah, qasida dalam bahasa Arab) adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi pujian-pujian untuk kaum muslim, biasanya lagunya mengandung unsur-unsur dakwah Islamiyah, serta nasihat-nasihat baik sesuai ajaran Islam.

4. Rebana Maukhid

Rebana maukhid tidak terlepas dari peran seorang mubalig bernama Habib Hussein Alhadad. Beliau adalah orang yang mengembangkan rebana ini pertama kali.

Ukuran rebana ini lebih besar dari rebana hadroh, berukuran sekitar 40 cm dan lebih kecil dari rebana burdah yang berukuran sekitar 50 cm. Keberadaan rebana maukhid bukan semata-mata untuk sebuah pertunjukan, akan tetapi ditujukan sebagai pengisi acara tablig.

5. Rebana Biang

Rebana Biang adalah rebana yang memiliki ukuran besar dibandingkan jenis rebana lainnya. Rebana biang terdiri dari empat jenis, yakni dari yang terkecil berdiameter 20 cm disebut sebagai ketog, yang bergaris tengah 30 cm disebut gendung, berukuran sedang bergaris tengah 60 cm disebut kotek, dan yang paling besar bergaris tengah 60 cm – 80 cm disebut biang.

Cara memainkan Alat Musik Rebana

Bentuk alat musik rebana yang besar membuat cara memainkannya pun berbeda. Alat musik ini dimainkan sambil duduk dengan cara menyanggahnya dengan telapak kaki dan lutut.

Biasanya, alat musik rebana dimainkan secara kelompok. Paduan nada dari berbagai jenis rebana membuatnya terdengar ritmis dan harmonis.