Cerita rakyat merupakan kisah yang berasal dari rakyat dan tersebar dari mulut ke mulut hingga pada akhirnya dikenal oleh masyarakat luas. Cerita ini tergolong kisah fiktif yang tidak dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Terkadang ada beberapa cerita rakyat yang mampu menyodorkan bukti-bukti fisik sebagai bentuk bahwa kisah tersebut memang benar adanya. Tetapi, tak sedikit pula dari bukti atau fenomena itu yang dapat dijelaskan secara ilmiah tidak seperti yang terkandung dalam cerita rakyat.
Kendati demikian, cerita rakyat tersebut dihargai sebagai kekayaan budaya dan sejarah, serta diabadikan dalam bentuk tulisan.
Cerita rakyat atau dalam istilah lain dikenal dengan folklor ini memiliki beberapa ciri khusus yang membedakannnya dengan cerita lain, di antaranya bersifat tradisional dan disampaikan secara lisan.
Cerita rakyat juga tidak memiliki pengarang yang jelas dan disampaikan secara turun-temurun, memiliki banyak versi, mengandung nilai-nilai luhur, dan sarat akan bentuk klise dalam pengungkapannya.
Menuturkan suatu cerita rakyat dapat menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat. Pasalnya, kisah tersebut memang bertujuan menyampaikan suatu pesan tertentu yang dapat bermanfaat bagi pembaca atau orang yang mendengar kisah tersebut.
Di samping itu, cerita rakyat juga dapat menjadi sarana hiburan dan sosial budaya. Cerita fiktif yang satu ini dapat memberikan pengalaman imajinasi sembari menyematkan nilai moral yang dapat dijadikan contoh bagi masyarakat.
Keberagaman budaya Indonesia membuat cerita rakyat yang tersebar di antara masyarakat pun begitu banyak. Bahkan, setiap daerah memiliki folklor masing-masing. Adapun cerita yang populer di antaranya, Malin Kundang (Sumatra Barat), Legenda Danau Toba (Sumatra Utara), Luntung Kasarung (Jawa Barat), Putri Mandalika (Lombok), Legenda Rawa Pening (Jawa Tengah), dan masih banyak lagi.
Pengertian Cerita Rakyat Menurut Ahli
Menurut Sisyono dkk, cerita rakyat merupakan sebuah karya sastra yang berkembang di kalangan masyarakat tradisional. Cerita ini disebarkan dari mulut ke mulut dan biasanya identitas pengarangnya tidak diketahui (anonim).
Selain itu, penyair Suripan Sadi Hutomo mengartikan cerita rakyat sebagai kisah yang diwariskan turun temurun dari generasi lama ke generasi baru secara lisan. Cerita rakyat bisa diartikan sebagai wujud ekspresi suatu budaya yang ada di masyarakat melalui tutur, yang memiliki hubungan langsung dengan aspek budaya dan nilai sosial masyarakat itu sendiri.
Macam-Macam Cerita Rakyat
Cerita rakyat dibagi menjadi beberapa macam, yakni:
- Epos: cerita kepahlawanan. Contohnya, “Mahabarata” dan “Ramayana”.
- Cerita Jenaka: menceritakan kebodohan atau memiliki unsur humor. Contohnya, “Pak Pandir”, dan “Si Kabayan”.
- Paralel: Memiliki tokoh manusia dan hewan. Contohnya, “Semut dan Belalang”.
- Parabel: menggambarkan cerita moral dengan para tokoh benda mati, seperti “Kisah Sepasang Slop”.
- Fabel: memiliki tokoh binatang yang berperilaku layaknya manusia, contohnya kisah “Kancil yang Cerdik”.
- Legenda: menceritakan tentang asal-usul lahirnya suatu tempat. Contohnya, cerita “Asal Usul Banyuwangi”.
- Mite: memuat cerita dewa-dewi atau bersifat sakral dan penuh mistis, seperti kisah “Dewi Sri dan Nyai Roro Kidul”.
- Sage: cerita rakyat ini mengandung unsur sejarah, misalnya “Ciung Wanara”, dan “Roro Jonggrang”.
Mengutip buku "Kalarahu Kumpulan Cerita Rakyat" yang diceritakan kembali oleh Mardiyanto dan diakses melalui laman kemdikbud.go.id, berikut contoh cerita rakyat Kalarahu:
Cerita Rakyat Kalarahu
Pada suatu ketika Batara Guru (dewa yang merajai kayangan) ingin mengadakan pesta akbar di Kayangan Jonggring Salaka. Untuk mewujudkannya, ia menugaskan Resi Narada untuk mengumpulkan para dewa dan dewi di Kayangan Jonggring Salaka. Dalam
pesta itu nantinya para dewa dan dewi diizinkan minum toya urip 'air penghidupan'. Siapa saja yang telah minum air penghidupan itu dapat hidup abadi.
Mendengar titah tersebut, Resi Narada segera mengumpulkan para dewa dan dewi di Kayangan Jonggring Salaka. Tak butuh waktu lama, para dewa dan dewi dari segenap penjuru mata angin tiba di Kayangan Jonggring Salaka. Mereka berkumpul di pendapa istana Juggring Salaka yang sangat megah. Air penghidupan dalam cupu manik astagina telah dituangkan ke dalam botol yang terbuat dari zamrud. Botol zamrud itu diletakkan di atas meja yang terbuat dari mutiara. Para pembesar dewa dan dewi dipersilakan mengambil air penghidupun itu lebih dahulu. Setelah itu disusul para dewa dan dewi biasa. Sangat senanglah para
dewa dan dewi itu. Air penghidupan itu baunya harum dan sangat dingin sehingga tubuh para dewa dan dewi menjadi segar. Pada waktu itu di angkasa ada raksasa bernama
Kalarahu. Ia melihat para dewa dan dewi sedang minum air penghidupan. Kalarahu lalu berkata dalam hati, "Jika aku dapat minum air penghidupan seperti para dewa dan dewi itu pasti aku akan hidup abadi . Aku tidak akan mati selamanya." Kalarahu kemudian menyamar menjadi dewa dan mengunjungi pesta minum-minum air penghidupan itu.
Dewa Matahari (Sang Hyang Surya) dan Dewa Bulan (Sang Hyang Candra) tahu bahwa Kalarahu menyamar sebagai dewa untuk ikut dalam pesta itu. Mereka segera memberi tahu kabar tersebut kepada Sang Hyang Wisnu. Ketika melihat Kalarahu sedang minum air penghidupan, Sang Hyang Wisnu segera melepaskan panah cakranya tepat di leher Kalarahu hingga putuslah leher raksasa Kularahu. Kepalanya melesat ke angkasa.
Kepala Kalarahu tetap hidup abadi karena ia telah minum air penghidupan sampai di tenggoroknya. Kalarahu tahu bahwa semua ini disebabkan oleh Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang melaporkan kepada Sang Hyang Wisnu perihal kedatangannya. karenaya, Kalarahu sangat marah kepada kedua dewa itu.
"Hai, Dewa Matahari dan Dewa Bulan. sewaktu-waktu kalian akan kutelan hidup-hidup," ancam Kalarahu kepada dua dewa itu.
Setelah selesai mengadakan pesta para dewa dan dewi kembali ke tempat mereka masing-masing. Dewa Matahari dan Dewa Bulan pun juga kembali ke tempat mereka. Kalarahu kemudian mengejar Dewa Matahari dan Dewa Bulan untuk ditelannya. Kedua dewa itupun terus terbang ke angkasa. Kalarahu tidak putus-asa ia terus mengejar kedua dewa itu.
Pada suatu ketika Dewa Matahari tertangkap oleh Kalarahu dan ditelannya. Akan tetapi, Dewa Matahari dapat keluar lagi karena Kalarahu tidak mempunyai perut, hanya kepala saja. Begitu pula ketika Dewa Bulan ditelan oleh Kalarahu, ia juga dapat keluar lagi.
Pada waktu Dewa Matahari ditelan oleh Kalarahu itu terjadilah gerhana matahari dan pada waktu Dewa Bulan ditelan oleh Kalarahu terjadilah gerhana bulan. Sampai sekarang masih ada masyarakat Jawa yang percaya bahwa terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan karena matahari dan bulan ditelan oleh Kalarahu.