Alasan PKS Tolak Pemindahan Ibu Kota Baru, Beban APBN Sangat Berat

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Suasana Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Yuliawati
18/1/2022, 15.59 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara menjadi UU IKN hari ini. Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pemindahan ibu kota baru dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.

Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) Fraksi PKS, Hamid Noor Yasin mengatakan pemindahan ibu kota baru sangat membebani keuangan negara dan menjadi tidak fokus dalam pemulihan perekonomian.

"Padahal hanya dengan pemulihan ekonomi maka kesejahteraan dapat ditingkatkan," ujar Hamid
saat menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna pada Selasa (18/1).

Hamid mengatakan awal 2022 kebutuhan pokok masyarakat naik drastis dan bahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah mencapai Rp 6.687,28 triliun atau setara 39,69% produk domestik bruto (PDB). Sedangkan kebutuhan untuk pemindahan ibu kota mencapai Rp 466 triliun.

Lebih lanjut, Hamid mengatakan pemindahan ibu kota negara harus dibedakan dengan pemindahan Istana Negara. Hamid menyebut pemindahan ibu kota membutuhkan banyak pendanaan, sumber daya manusia, lingkungan, pertahanan dan keamanan.

Hamid menyebut PKS memandang bahwa RUU IKN masih memuat potensi masalah baik secara formil maupun materiil. Pembahasan RUU IKN dinilai terlalu singkat dan terburu-buru sehingga banyak substansi yang belum dibahas.

"Pada proses pembahasan RUU IKN fraksi kami fraksi PKS merasa dikejar-kejar, pembahasan belum mendalam dan belum komprehensif," ujar Hamid.

Fraksi PKS juga menyampaikan penolakan ini saat rapat Pansus RUU IKN. Anggota Pansus RUU IKN dari PKS, Suryadi Jaya Purnama, mengatakan masalah RUU IKN dimulai dari pembahasan singkat hingga faktor substansi. Ia menyoroti adanya kemungkinan tidak ada perwakilan masyarakat di ibu kota baru.

“Ini tak hanya bertentangan dengan UUD 1945 tapi juga berpotensi melahirkan otoritarianisme,” kata Suryadi. Hal lainnya, belum ada penjelasan teknis yang mengatur nasib masyarakat adat hingga lingkungan hidup di ibu kota baru.

Pembahasan RUU IKN ini hanya berlangsung singkat, kurang dari dua bulan. Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia mengatakan Pansus mulai bekerja sejak 7 Desember 2021 hingga Selasa (18/1) dini hari. Dia menyebutkan RUU IKN terdiri dari 11 Bab dan 44 Pasal.

Sebelum rapat di paripurna, pemerintah bersama Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN mengadakan rapat maraton, mulai dari Senin (17/1) hingga Selasa (18/1) dini hari.

Reporter: Nuhansa Mikrefin