Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan Wakil Ketua DPR Muhammad Azis Syamsuddin dengan hukuman empat tahun dan dua bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa KPK menilai Azis terbukti memberi suap senilai Rp 3,099 miliar dan US$ 36 ribu atau total sekitar Rp 3,6 miliar kepada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain.
Selain itu, jaksa menuntut pidana tambahan pencabutan hak politik. "Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik terhitung lima tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (24/1).
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Azis Syamsuddin dijadwalkan membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada Kamis, 3 Februari 2022.
Jaksa sebut Terdapat Rangkaian Kebohongan di Persidangan
Dalam tuntutannya, JPU menyebut Azis memberikan suap yang sebagian uangnya berbentuk mata uang asing yaitu sebesar US$ 100 ribu dan Sin$ 171.900 kepada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain.
Jaksa KPK mengatakan Rita Widyasari bersaksi bahwa Azis Syamsuddin pernah memintanya untuk mengakui dolar yang dicairkan oleh Stepanus Robin sebagai milik Rita sebesar Rp 8 miliar. Azis juga meminta agar Rita menyebut bahwa ia punya surat kuasa dan "lawyer fee" sebesar Rp 10 miliar sehingga uang untuk Robin itu tampak legal.
Menurut JPU KPK, keterangan Rita Widyasari itu patut diyakini benar dan objektif. "Karena nyata Rita Widyasari masih sangat menghormati Azis Syamsuddin dan masih berhubungan sangat baik sehingga nyata tidak ada motif bagi Rita untuk sekadar memfitnah Azis dalam perkara ini," kata jaksa.
Keterangan Rita berbeda dengan Stepanus Robin yang mengatakan uang US$ 100 ribu dan sejumlah uang dolar Singapura yang diterima pada 5 Agustus 2020 di rumah dinas Azis berasal dari seorang rentenir bernama Nanang. "Tidak ada satu saksi pun selain Stepanus Robin Pattuju yang mengetahui keberadaan Nanang, termasuk orang-orang yang dilibatkan oleh Stepanus Robin dalam proses penerimaan uang dan pengurusan kasus di KPK," ujar jaksa.
Jaksa menyebut terdapat rangkaian kebohongan dalam perkara yang menyeret Azis Syamsuddin dan Stephanus Robin ini. Namun, rangkaian kebohongan tersebut tidak presisi.
"Merangkai suatu kebohongan bagai membangun rangkaian bangunan baru guna 'me-replace' bangunan-bangunan lama namun dominan terjadi tidak seluruh bangunan lama bisa 'di-replace' karena masih berdiri kokoh tidak tergantikan," seperti tercantum dalam surat tuntutan yang dibacakan JPU KPK.
Kronologi Perkara Suap Azis Syamsuddin
Dalam perkara ini, awalnya KPK melakukan penyelidikan dugaan adanya tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017 sejak 8 Oktober 2019 yang diduga ada keterlibatan Azis dan Aliza Gunado sebagai pihak penerima suap.
Azis berusaha agar dirinya dan Aliza Gunado tidak dijadikan tersangka oleh KPK, dengan berupaya meminta bantuan kepada penyidik KPK dan dikenalkan dengan Stepanus Robin yang menjadi penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019 dari unsur Polri.
Azis lalu bertemu dengan Stepanus Robin di rumah dinas Azis pada Agustus 2020 guna mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Stepanus Robin dan Maskur Husain menyampaikan kesediaannya untuk membantu dengan imbalan uang Rp 4 miliar dengan perhitungan masing-masing Rp 2 miliar dari Azis dan Aliza Gunado, dengan uang muka sejumlah Rp 300 juta dan Azis menyetujuinya.
Uang muka diberikan Azis ke Stepanus Robin dan Maskur Husain dengan pembagian Stepanus Robin menerima sejumlah Rp 100 juta dan Maskur Husain menerima Rp 200 juta. Uang ditransfer dari rekening BCA milik Azis secara bertahap sebanyak empat kali masing-masing sejumlah Rp 50 juta yaitu pada 2, 3, 4 dan 5 Agustus 2020.
Pada 5 Agustus 2020, Azis kembali memberi uang secara tunai US$ 100 ribu kepada Stepanus Robin di rumah dinas Azis di di Jalan Denpasar Raya Jakarta Selatan.
Sebagian uang dolar AS pemberian Azis tersebut yakni US$ 36 ribu dolar AS diserahkan kepada Maskur Husain di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sedangkan sisanya sebanyak US$ 64 ribu ditukarkan di "money changer" menjadi sejumlah Rp 936 juta.
Uang hasil penukaran tersebut sebagian diberikan kepada Maskur Husain sebesar Rp 300 juta pada awal September 2020 di rumah makan Borero Keramat Sentiong.
Selain pemberian tersebut pada Agustus 2020 sampai Maret 2021, Azis juga beberapa kali memberikan uang kepada Stepanus Robin dan Maskur Husain yang jumlah keseluruhannya adalah Sin$ 171.900.
Stepanus Robin kemudian menukar uang tersebut di "money changer" dengan menggunakan identitas Agus Susanto dan Rizky Cinde Awaliyah (teman Stepanus Robin) menjadi bentuk rupiah sejumlah Rp 1,86 miliar.
Sebagian uang tersebut lalu diberikan kepada Maskur Husain yaitu pada awal September 2020 sejumlah Rp 1 miliar dan Rp 800 juta juga masih pada September 2020.