BPJS Kesehatan mencatat, anggaran yang dihabiskan untuk membiayai pasien katastropik mencapai puluhan triliun per tahun. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, pengobatan penyakit jantung membebani negara paling besar mencapai Rp 10,2 triliun.
“Di BPJS, kami lihat penyakit jantung membebani negara Rp 10,2 triliun, kanker Rp 3,5 triliun, stroke Rp 2,5 triliun, dan gagal ginjal Rp 2,3 triliun,” kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX di DPR, Selasa (25/1)
Budi menjelaskan, penyakit-penyakit tersebut merupakan kelompok katastropik yang sebenarnya dapat dilakukan pencegahan. "Dibandingkan mereka masuk rumah sakit sudah parah dalam stadium lanjut dan menjadi tidak produktif serta biaya perawatannya mahal, lebih baik kita dorong masyarakat hidup lebih sehat sehingga tidak sakit jantung atau kanker,” ujarnya.
Ia pun menjelaskan terjadi perubahan pola penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Stroke dan serangan jantung masih menjadi penyeban kematian terbesar dalam jangka waktu 2009-2019.
Namun, TBC yang menjadi penyakit penyebab kematian tertinggi pada 2009 bergeser ke posisi kelima pada 2019. Sementara diabetes yang berada diposisi keenam naik ke posisi ketiga.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah ingin meningkatkan manfaat promotif preventif dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini, antara lain dilakukan melalui tiga langkah:
- Penambahan antigen imunisasi dan perluasan cakupan.
- Penambahan layanan antanetal care (ANC) menjadi 6 kali ditambah USG.
- Skrining stunting dan penyakit penyebab kematian tertinggi.
"Skrining akan dilakukan untuk penduduk yang memiliki risiko sedang dan berat. Jadi, bukan seluruh penduduk tetapi akan ada asessment agar BPJS Kesehatan tidak terlalu terbebani," kata dia.
Budi menjelaskan, penambahan layanan promotif dan preventif ini membutuhkan anggaran mencapai Rp 5,36 triliun sepanjang 2022 hingga 2024. Dengan demikian, rerata biaya tahunan untuk program tersebut berkisar Rp 1,78 triliun.
Ia menegaskan biaya yang akan dikeluarkan ini jauh lebih rendah dibandingkan biaya pengobatan untuk penyakit katastropik. Selain itu, menurut dia, program tambahan layanan promotif preventif ini juga memiliki cakupan yang lebih luas dan akan membuat masyarakat hidup lebih nyaman.
"Kami juga sudah bicarakan dengan Kementerian Keuangan bahwa kebijakan kami ke depan lebih banyak yang sifatnya promotif dan preventif, termasuk anggarannya. Kami ingin membuat masyarakat lebih sehat, tidak hanya mengobati." ujar Budi.