Kejaksaan Agung menetapkan tak akan mengusut perkara kasus korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 50 juta. Para penyidik diminta menyelesaikan perkara dengan meminta tersangka mengembalikan kerugian negara.
Dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan ketentuan tersebut sudah melalui berbagai pertimbangan. Burhanuddin mengatakan upaya tersebut dilakukan demi melakukan proses hukum yang cepat, sederhana dan ringan biaya.
Mekanisme ini hanya berlaku untuk kasus korupsi yang tidak menimbulkan kerugian negara secara besar dan bersifat terus menerus. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan Korps Adhyaksa akan mengidentifikasi terlebih dulu bagaimana korupsi terjadi dan seberapa besar dampaknya. "Ada beberapa pertimbangan juga (dari) maksud Pak Jaksa Agung," ujar Febrie pada Kamis (27/1) malam.
Febrie juga menjelaskan jika kasus melibatkan aparat, Kejaksaan akan tetap memberikan sanksi. Hukuman nantinya tetap akan diberikan setelah aparat yang bersangkutan mengembalikan uang kerugian negara. "Tidak terputus kasus di bawah Rp 50 juta hanya cukup dengan dikembalikan," ujar dia.
Febrie mengatakan sampai saat ini belum ada kasus di daerah yang sudah pada tingkat Surat Penghentian Penghentian Penyidikan (SP3). "Sudah ada di kita (peraturan), tapi itu kan sangat berhati-hati dilakukan," ujar Febrie.
Pemerintah meningkatkan anggaran untuk tiga lembaga penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan dan KPK. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran belanja Kejaksaan naik 26,61% menjadi Rp 10,11 triliun pada tahun ini dibanding outlook 2021.
Rinciannya, Rp 619,8 miliar untuk program penegakan dan pelayanan hukum dan Rp 9,49 triliun untuk program dukungan manajemen. Berikut grafik Databoks: