Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) sebagai tersangka kasus suap. Eks Dirjen Kemendagri diduga menerima upah 3% dalam pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, tahun 2021.
Selain Ardian, tersangka lain yakni Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN), dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara Laode M Syukur Akbar (LMSA).
Ardian yang menjabat Dirjen Bina Keuangan Daerah periode Juli 2020-November 2021 memiliki tugas mengelola dana PEN milik pemerintah pusat untuk kepentingan investasi pemerintah daerah. "Yaitu, pinjaman PEN Tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, Kamis (27/1).
Dengan tugas tersebut, Ardian memiliki kewenangan dalam menyusun Surat Pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah.
"Sekitar Maret 2021, tersangka AMN yang menjabat selaku Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 menghubungi tersangka LMSA agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur," kata Karyoto.
Selanjutnya pada Mei 2021, Laode M Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta. Saat itu, Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, tersangka MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman," kata Karyoto.
Adapun keinginan Ardian tersebut kemudian disampaikan kepada Laode M Syukur yang kemudian menyampaikannya kepada Andi Merya. "Tersangka AMN memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal asejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA," tuturnya.
KPK menduga dari Rp 2 miliar tersebut dibagi untuk dua orang. Ardian menerima dalam bentuk mata uang asing Sin$ 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode M Syukur menerima sebesar Rp 500 juta.
Setelah menerima dana, permohonan pinjaman dana PEN pun disetujui. "Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draf final Surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan," kata Karyoto.
KPK menduga Ardian menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Atas perbuatannya, tersangka Ardian dan Laode M Syukur sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan tersangka Andi Merya sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.