Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi usul inisiatif DPR. Terdapat 15 poin revisi UU PPP yang menjadi landasan hukum untuk memperbaiki UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
"Apakah draft rancangan Undang-Undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 bisa kita proses untuk mendapatkan persetujuan ditingkat berikutnya?" ujar Ketua Baleg DPR Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas dalam Rapat Pleno Baleg DPR pada Senin (7/2).
"Setuju," ujar peserta rapat.
Dalam pandangan fraksi, delapan fraksi menyatakan setuju agar RUU tersebut diproses lebih lanjut. Hanya satu fraksi yakni PKS yang meminta pendalaman.
Wakil Ketua Baleg DPR Fraksi PPP Achmad Baidowi sekaligus pimpinan Panitia Kerja (Panja) revisi RUU PPP membacakan 15 poin tersebut.
Pertama, perubahan pada Pasal 1 RUU dengan memasukkan definisi metode omnibus, berbunyi: Metode Omnibus adalah metode penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan, dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kedua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g pada RUU.
Ketiga, perubahan pada Pasal 9 RUU dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap UU di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh DPR dan Pemerintah.
"Serta penanganan pengujian terhadap Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang di Mahkamah Agung oleh Pemerintah melalui kementerian atau lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ujar Awiek sapaan Achmad Baidowi.
Lebih lanjut RUU PPP terdapat perubahan pada Bab IV dengan menambahkan bagian baru dengan judul "Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan yang menggunakan Metode Omnibus".
Kelima, penambahan Pasal 42A RUU PPP yang mengatur mengenai penggunaan Metode Omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-Undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
Keenam, perubahan pada Pasal 58 yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dan Gubernur.
Kemudian pemantapan konsepsi juga berasal dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten.Kota yang berasal dari DPRD Kabupaten/Kota serta Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota yang nantinya dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga penyelenggara urusan pemerintah pada bidang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Ketujuh, perubahan pada Pasal 64 dengan menambahkan ayat baru yakni ayat 1a. Ayat tersebut akan mengatur mengenai penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan yang dapat menggunakan metode Omnibus.
Kedelapan, perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat 1a dan 1b mengenai mekanisme perbaikan teknis RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Kesembilan, perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat 1 yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh Kementerian Sekretariat Negara. Ayat ini mengatur mekanisme perbaikan jika masih terdapat kesalahan ketik setelah RUU yang telah disetujui bersama setelah disampaikan oleh DPR ke Presiden untuk disahkan dan diundangkan.
Kesepuluh, perubahan Pasal 95A dengan menambahkan ayat 3a dan 3b terkait pengaturan mengenai kegiatan pemantauan dan peninjauan UU yang dilakukan oleh DPD dan Pemerintah.
Ke-11, perubahan Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Ke-12, penambahan Pasal 97A, 97B, dan 97C yang mengatur mengenai:
a) Pasal 97A mengatur mengenai peraturan perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus hanya dapat diubah dengan mengubah Peraturan Perundang-Undangan dimaksud.
b) Pasal 97B mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik.
c) Pasal 97C mengatur tentang pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi serta evaluasi seluruh jenis dan hierarki rancangan PPP dibawah UU di lingkungan pemerintah. Selain itu ada pula evaluasi atau audit regulasi yang menilai kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan, menyelerasakan Peraturan Perundang-Undangan, dan memberikan rekomendasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian/Lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Peraturan Perundang-Undangan.
Ke-13, perubahan Pasal 99 yang menggantikan frasa peneliti dengan frasa analis legislatif.
Ke-14, perubahan Lampiran I RUU yang mengatur Naskah Akademik.
Ke-15, perubahan Lampiran II RUU yang mengatur mengenai teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan.
Setelah membacakan 15 poin tersebut, Awiek mengatakan masih terdapat usul dari anggota /pimpinan Baleg DPR terkait ketentuan Pasal 73 yang menghendaki untuk dipertimbangkan agar dihapus dari naskah Revisi UU PPP.
"Terkait dengan usul atau saran tersebut panja (panitia kerja) menyerahkan kepada Pleno Badan Legislasi," ujar Awiek.