Laki-laki dan perempuan menjalani hidup sesuai kodratnya masing-masing. Keduanya saling melengkapi satu sama lain. Namun, di balik semua itu terdapat suatu sistem yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu patriarki.
Apa itu Patriarki?
Meneruskan jurnal "Budaya Patriarki dan Kekerasan Terhadap Perempuan" oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar, patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial.
Mengutip "Pengantar Gender dan Feminisme" oleh Alfian Rokhmansyah, istilah patriarki berasal dari kata patriarkat yang memiliki arti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya. Sistem sosial ini dinilai sebagai penyebab dari penindasan terhadap perempuan.
Mengapa Patriarki Bisa Muncul?
Dalam buku "Perempuan, Masyarakat Patriarki & Kesetaraan Gender" oleh Lusia Palulungan dkk, dalam sistem budaya dan sosial sebagian besar masyarakat Indonesia, perempuan dipersepsikan dan ditempatkan semata-mata berfungsi reproduktif.
Dari persepsi tersebut, perempuan dianggap hanya bisa berada di rumah untuk melanjutkan keturunan dan mengasuh anak sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah yang dikategorikan sebagai pekerjaan domestik yang hanya bisa dibebankan atau dilakukan oleh perempuan.
Sementara itu, laki-laki dipersepsikan dan ditempatkan berfungsi produktif, sebagai pencari nafkah di ruang publik yang dianggap bertanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan rumah tangga.
Sebagai pencari nafkah dan kepala rumah tangga, laki-laki menyandang status sbagai bapak di dalam keluarga, yang tak jarang ditempatkan sebagai penguasa di dalam keluarga.
Budaya patriarki seperti ini tidak hanya berhenti di dalam keluarga atau rumah, namun juga menjadi budaya masyarakat dan bernegara. Budaya ini tersosialisasi dalam masyarakat karena mendapat legitimasi dari berbagai aspek kehidupan, baik agama maupun bernegara.
Tak hanya menutup partisipai perempuan di ruang publik, tetapi juga menyebabkan lahirnya berbagai tindakan diskriminasi dan dan ketidakadilan gender terhadap perempuan.
Bagaimana Dampak Patriarki terhadap Perempuan?
Patriarki menyebabkan ketimpangan gender, yang menurut Siswanto (2006) hal tersebut dapat melahirkan marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban ganda.
1. Marginalisasi
Suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok, salah satunya dengan menggunakan asumsi gender.
2. Subordinasi
Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat telah memisahkan dan memilah peran-peran gender laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi.
3. Stereotip
Pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara umum dan melahirkan ketidakadilan. Pelabelan sering kali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
4. Kekerasan
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya.
5. Beban Ganda
Beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Patriarki dan Kesetaraan Gender
Dalam buku “Parameter Kesetaraan Gender dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (2012:94)”, kesetaraan gender diartikan sebagai suatu keadaan setara antara perempuan dan laki-laki dalam hak (hukum) dan kondisi (kualitas hidup).
Keadilan gender tercermin dalam keadaan di mana perempuan dan laki-laki mempunyai hak, wewenang dan status yang sama di muka hukum, memiliki peluang dan kesempatan yang sama dan adil dalam menikmati hasil pembangunan.
Hal ini bisa dicapai melalui pelaksanaan kebijakan dan strategi pembangunan yang berdasarkan kesetaraan gender dan keadilan.
Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian keduanya memilki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memeroleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Berdasarkan “Parameter Kesetaraan Gender dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” yang disusun oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:
1. Akses
Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memeroleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya yang akan dibuat.
2. Partisipasi
Partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan.
3. Kontrol
Kontrol adalah penguasaan, wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau tidak.
4. Manfaat
Manfaat adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak.