Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Penggunaan rima pada penulisan puisi berfungsi untuk memperindah bunyi.
Rima puisi adalah pengulangan bunyi dalam puisi yang membentuk musikalitas atau orkestrasi. Rima di awal kalimat disebut rima awal, sedangkan rima di akhir kalimat disebut rima akhir.
Jenis Rima dan Contohnya
Ada beberapa jenis rima sebagaimana dijelaskan dalam buku Apresiasi Puisi (Teori dan Aplikasi) sebagai berikut. Berikut jenis rima dan contohnya.
1. Jenis Rima Berdasarkan Persesuaian Bunyi dalam Kata atau Suku Kata
Jenis rima berdasarkan persesuaian bunyi dalam kata atau suku kata dibagi menjadi:
- Rima penuh, yaitu persamaan bunyi pada seluruh suku kata terakhir. Contohnya “sayur mayur”.
- Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi akhir pada seluruh kata. Contohnya “Mendatang-datang jua. Kenangan masa lampau. Menghilang muncul jua. Yang dulu silau-silau.”
- Rima paruh, yaitu persamaan bunyi akhir pada suku kata terakhir. Contohnya “campur baur”.
- Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi pada awal kata. Contohnya “sedu sedan”.
- Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi vokal pada kata. Contohnya “ketekunan kegemukan”.
- Rima konsonansi, yaitu persamaan bunyi konsonan pada kata. Contohnya “kocar kacir”.
- Rima disonansi, yaitu pertentangan bunyi vokal kata. Contoh “kisah kasih”.
- Rima rangkai, yaitu persamaan bunyi pada beberapa kata dalam sebuah kata. Contohnya rima a-a-a-a atau b-b-b-b.
- Rima rupa, yaitu persamaan bunyi huruf yang mirip tetapi berlainan arti. Contohnya “kumbang” dan “kembang”.
2. Jenis Rima Berdasarkan Letak Kata dalam Baris Kalimat
Jenis rima berdasarkan letak kata dalam baris kalimat dibagi menjadi:
- Rima awal, yaitu persamaan kata yang terletak pada sajak kalimat. Contoh “Dari mana hendak ke mana. Dari sawah hendak ke rumah. Dari mana kita berkelana. Dari rumah menuju dunia”.
- Rima tengah, yaitu persamaan kata atau suku kata yang terletak di tengah kalimat atau baris. Contohnya “Pohon nangka buahnya jarang. Pohon asam tingginya menjulang. Siapa sangka dinda senang. Muka masam rai tak riang”.
- Rima akhir, yaitu persamaan kata atau suku kata pada akhir kalimat atau baris. Contohnya “Burung nuri terbang tinggi. Burung dara menari-nari. Hati siapa takkan iri. Melihat dara si jantung hati.”
3. Jenis Rima Berdasarkan Letak Pasangannya dalam Bait
Jenis rima berdasarkan letak pasangannya dalam bait dibedakan menjadi:
- Rima terus, yaitu persamaan bunyi kata atau suku kata pada akhir setiap baris. Contohnya “Abdul Nuluk putra Baginda. Besaran sudah bangsawan muda”.
- Rima kembar, yaitu persamaan bunyi kata atau suku kata yang saling berpasangan. Contohnya “Sedikitpun matamu tak mengerling. Memandang ibumu sakit berguling. Air matamu tak bercucuran. Tinggalkan ibumu tak penghiburan.”
- Rima silang, yaitu persamaan bunyi kata atau suku kata yang diletakkan secara silang. Contoh “Kalau ada sumur di ladang. Boleh kita menumpang mandi. Kalau ada umurku panjang. Boleh kita berjumpa lagi.”
- Rima peluk, yaitu persamaan bunyi kata atau suku kata yang saling berpelukan atau diapit satu atau dua suku kata yang sama bunyinya. Contoh: “Hati memuja Tuhan kuasa. Gerak laku jauhlah hari. Maafkan aku yang Gusti. Dalam usaha yang alpa.”
- Rima putus, yaitu persamaan bunyi kata atau suku kata yang putus. Contohnya “Padamu seribu mawar sudah kuberi. Sekedar membeli cintamu. Tapi kau tetap membatu, diam dan bisu. Walau seribu tahun sudah aku menunggu, rindu, pilu”.
- Rima bebas, yaitu persamaan bunyi kata atau suku kata yang diletakkan secara bebas.
Analisis Rima dalam Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakan rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Puisi Hujan Bulan Juni memiliki rima yang bebas tidak ada pengulangan bunyi tertentu. Bait pertama berima a-i-a-u, bait kedua berima a-i-a-u, dan bait ketiga berima i-i-a-u.
Toha-Sarumpaet dan Budianta dalam buku Membaca Sapardi menjelaskan bahwa, Hujan Bulan Juni menggunakan bahasa yang sederhana, mulai dari pilihan kata hingga kalimatnya. Di balik segala kesederhanaan itu, tersimpan makna denotatif dan konotatif dengan kualitas sejajar dan sama pentingnya.
Bahasa sederhana dalam puisi Hujan Bulan Juni membuat pembacanya memhami pesan yang tersurat di dalamnya.