Kejagung Periksa Dirut Citilink Terkait Dugaan Korupsi Garuda

Garuda.indonesia.com
Ilustrasi. Kasus dugaan korupsi Garuda telah masuk tahap penyidikan pada 19 Januari 2021.
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Agustiyanti
18/2/2022, 09.08 WIB

Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo terkait saksi kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia Tbk jenis ATR 72-600. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Ranty Astari R yang menjabat sebagai VP Corporate Secretary Garuda Tahun 2015.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan dua saksi yang diperiksa adalah inisial J dan RAR. "Saksi diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara," ujar Leonard melalui keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, (18/2).

Korps Adhyaksa sebelumnya telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa pihak dari Citilink, di antaranya adalah Dirut Citilink periode 2012-2014 berinisial MAW dan anggota tim pengadaan pesawat di Citilink Indonesia, Kapten HR.

Kasus dugaan korupsi Garuda telah masuk tahap penyidikan pada 19 Januari 2021 lalu. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan tahap pertama dalam penyidikan akan mendalami pengadaan pesawat jenis ATR 72-600.

Kejaksaan nantinya akan mengembangkan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan jenis pesawat Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000. "Ada beberapa pengadaan kontrak pinjam atau apapun nanti kami masih akan kembangkan," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Rabu (19/1). 

Kejaksaan juga akan melakukan koordinasi dengan pihak Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) agar tidak terjadi nebis in idem atau seseorang tidak dapat dituntut atas perbuatan atau peristiwa yang telah diputuskan oleh hakim. 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah sebelumnya menyebut kejaksaan belum bisa memberikan rincian terkait potensi gerugian negara. Namun, kerugian disinyalir cukup besar. Febrie memberikan contoh indikasi korupsi dalam kegiatan penyewaan pesawat yang  mencapai Rp 3,6 triliun.

Halaman:
Reporter: Nuhansa Mikrefin