Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik usulan perpanjangan masa jabatan Presiden dan menunda pelaksanaan Pemilu 2024, yang saat ini tengah menjadi polemik setelah dilontarkan beberapa politisi dan menteri. Usulan ini, awalnya disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan didukung Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, serta Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun 2021-2022, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, menilai usulan tersebut telah menodai demokrasi di Indonesia. Sebab, usulan yang disampaikan memiliki kesan dipaksakan untuk terjadi. "Saya melihat ada indikasi penyabutan demokrasi," jelas Masinton saat menginterupsi Rapat Paripurna, Selasa (15/3).
Ia berharap, usulan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden ataupun penundaan Pemilu, dapat dilakukan melalui forum dialog di antara para pihak yang berkepentingan, tentunya termasuk dengan DPR sebagai lembaga legislatif. Masinton khawatir, praktik mengajukan wacana kebijakan politik ke publik akan memiliki preseden negatif ke depannya, karena terkesan mengedepankan kepentingan pribadi, apalagi disampaikan oleh menteri kabinet. Tindakan ini juga menghilangkan makna gotong royong yang menjadi semangat dari demokrasi di Indonesia.
Masinton juga menyayangkan manuver yang dilakukan menteri kabinet saat ini, yang turut mendukung wacana untuk mengubah konstitusi. Tanpa menyebut nama, ia menyindir menteri yang melakukannya melalui podcast. Hal ini ditengarai mengacu kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, yang baru-baru ini berbicara mengenai perpanjangan masa jabatan presiden di podcast Deddy Corbuzier.
"Bagaimana terang-terangan dinyatakan, saya melihat di podcastnya, tiga tahun ya sama saja itu kan tiga periode," ucapnya.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan komitmen lembaga legislatif terhadap kerangka hukum yang ada. Yaitu melaksanakan Pemilu 2024 sesuai ketetapan yang sudah disepekati sebelumnya oleh Komisi II DPR, bersama lembaga penyelenggara Pemilu dan Pemerintah pada masa sidang sebelumnya.
Dasco pun enggan mengomentari lebih lanjut mengenai polemik ini, termasuk tentang klaim dukungan kepada Presiden Jokowi untuk terus memimpin berdasarkan sentimen masyarakat di dalam percakapan dunia maya, yang tertangkap Big Data. Sebab, ia menilai usulan tersebut hanya sebatas wacana. "Belum ada yang kongkret proses politiknya. Dijalankan baik di DPR, maupun di MPR," ujar Dasco di Kompleks Parlemen pada Selasa (15/3).
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan Deddy Corbuzier, Luhut mengatakan semua wacana yang muncul di masyarakat terkait masa jabatan Presiden Jokowi merupakan bagian dari demokrasi. Nantinya, menjadi tugas parlemen untuk membuat sikap terkait suara-suara dari masyarakat, yang merupakan konstituen mereka.
"Tapi kalau tiba-tiba nanti ada yang bilang kita rakyat ini minta begini-begini. Terus DPR proses, partai politik berproses segala macam, terus sampai misalnya di MPR bilang karena keadaan situasi, seperti tadi yang Dedi bilang, ya udah kita tunda dulu deh satu hari atau setahun, atau dua tahun atau tiga tahun, ya itu kan sah-sah aja," ungkap Luhut dalam podcast Deddy Corbuzier, Jumat (11/3).
Luhut melanjutkan, berdasarkan percakapan masyarakat di jagat maya yang tertangkap Big Data, ia mengklaim sentimen dukungan terhadap Jokowi masih kuat. Namun, Presiden Jokowi tetap teguh dengan ucapan yang sudah disampaikan sebelumnya, yaitu patuh terhadap konstitusi.
Kepatuhan ini termasuk apabila nanti terjadi perubahan pada konstitusi. "Tapi Kalau rakyatnya terus berkembang, terus gimana nanti bilang di DPR bagaimana, MPR bagaimana, ya kan konstitusi yang dibikin itu yang ditaati oleh presiden," jelasnya.