Kelompok Relawan Jokowi Kompak Tolak Wacana Tiga Periode

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Presiden Jokowi menyampaikan sambutan dalam Rapat Umum Relawan Jokowi, Sabtu (4/8/2018).
5/4/2022, 17.50 WIB

Relawan Jokowi Mania (Joman) sebagai komunitas simpatisan Presiden Joko Widodo pada Pemillihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu, menolak menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.  

Koordinator Joman, Immanuel Ebenezer bergeming dan tunduk terhadap konstitusi yang mengatur pembatasan periode kekuasaan untuk eksekutif dan legislatif. Meski pro Jokowi, ia menilai demokrasi tidak boleh dicederai hanya untuk kepentingan segelintir golongan.  

"Ini bukan persoalan Jokowi. Ini konstitusi. Kedua, ini persoalan demokrasi yang tidak boleh dicederai oleh elit kepemimpinan," ujar Noel kepada Katadata.co.id, Selasa (5/4).

Jika penambahan periode jabatan presiden tetap terealisasi, maka Noel mengaku akan menggerakkan organisasinya untuk melakukan revolusi. “Saya akan memimpin kawan-kawan saya di jalanan ketika itu akan terjadi,” tegas Noel.

Menurutnya, para tokoh yang mempromosikan wacana penambahan periode masa jabatan presiden, hanya ingin membuat kegaduhan di tengah kepemimpinan Jokowi. 

Selain Joman, organisasi relawan pendukung Jokowi lainnya, yaitu Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga Indonesia (Seknas Jokowi) juga menyatakan akan berpendirian teguh dan patuh terhadap konstitusi. Hal ini sejalan dengan sikap Presiden Jokowi dalam menyikapi masalah ini.

"Kita berada di garis konstitusi," ujar Ketua Umum Seknas Jokowi, Rambun Tjajo saat dihubungi Katadata di Jakarta, Selasa (5/4).

Meski tegas mengenai penambahan masa jabatan presiden, terhadap wacana penundaan Pemilu ia memiliki beberapa catatan. Menurutnya, Pemilu 2024 akan menjadi sejarah karena pemilihan presiden, anggota legislatif, hingga kepala daerah, akan berjalan serentak. Hal ini tentunya perlu persiapan matang.

Sementara di lain sisi, Indonesia tengah menghadapi beragam persoalan, dari mulai pemulihan ekonomi, hingga persoalan penanganan pandemi Covid-19 yang belum tuntas. 

Sebab, jika saat pemilu berjalan nanti pandemi belum juga hilang, maka perlu ada tambahan anggaran untuk menerapkan protokol kesehatan.  Rabun tak mau pemilu justru menciptakan korban pada pihak panitia maupun tenaga kesehatan.

"Apakah APBN kita punya cukup kemampuan melakukan ini? Itu kompleks dari sisi anggaran," terangnya.

Sikap masyarakat yang menolak penundaan pergantian presiden pada 2024 sebelumnya pernah dipaparkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Kamis (3/3). dalam hasil survei diketahui bahwa sebanyak 57% masyarakat ingin pergantian presiden tetap digelar pada 2024 meski merasa puas terhadap kinerja Jokowi.

Sementara bagi kalangan yang tidak puas terhadap kinerja Jokowi, 80% di antaranya menyatakan setuju untuk pergantian presiden pada dilaksanakan pada 2024.

“Poinnya adalah bahkan orang yang puas kepada kinerja presiden pun mayoitas menolak menunda pemilu,” kata Direktur LSI, Djayadi Hanan.

Sementara itu, survei teranyar dari Indikator Politik Indonesia (IPI) pada Februari 2022 menyebutkan bahwa nama Jokowi masih masuk dalam daftar elektabilitas capres dan menempati posisi teratas dengan persentase 15,9%. Survei tersebut dilakukan dengan simulasi terbuka top of mind, yaitu tokoh yang menurut para responden layak menjadi presiden.

“Kalau top of mind, ada yang nunjuk Habib Rizieq, Najwa Shihab, Gibran, Rocky Gerung, dan Sujiwo Tedjo. Kalau top of mind kan kita tidak bisa melarang orang mau menyebut siapapun,” ujar Burhanuddin, Minggu (3/4).

Meski demikian, secara tren persentase elektabilitas Jokowi cenderung menurun. Direktur Eksekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi menilai, isu kelangkaan minyak goreng menjadi salah satu sebabnya.

Adapun penyebab masuknya Jokowi dalam survei elektabilitas capres adalah approval rate atau tingkat persetujuan Jokowi yang masih relatif tinggi pada Desember 2021 sebesar 65%.

Selain simulasi terbuka, survei elektabilitas capres juga dilakukan dengan simulasi semi terbuka. Dalam simulasi semi terbuka, IPI memberikan beberapa nama tokoh yang mereka anggap memiliki peluang. Namun mengeluarkan nama Jokowi, karena dianggap sudah tidak punya ruang secara konstitusional untuk mengikuti kontestasi pilpres.

“Kalau sampai hari ini jelas ditutup. Saya termasuk orang yang menolak,” kata Burhanuddin.

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, presiden dan wakilnya dapat dipilih kembali sebanyak satu kali untuk masa jabatan yang sama, setelah lima tahun menjabat. Artinya, seorang presiden secara hukum hanya diperbolehkan memimpin maksimal dua periode jabatan. Jika ada wacana untuk menambah masa jabatan presiden, maka perlu dilakukan amandemen terhadap konstitusi. 

Syarat untuk melakukan amandemen pun cukup sulit. Pasal 37 ayat 1 UUD 1945 menjelaskan amandemen harus diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dengan diajukan minimal sepertiga jumlah anggota MPR. 

Jika mengacu pada pasal 37 ayat 1 UUD 1945, maka dengan anggota MPR periode 2019-2024 berjumlah 711 anggota, usulan setidaknya diajukan oleh 237 anggota.

Syarat lainnya, pada ayat 2, setiap usulan harus diajukan secara tertulis dengan menunjukan pasal-pasal yang diusulkan untuk diubah.  Kemudian, usulan tersebut dibahas dalam sidang MPR yang dihadiri minimal dua per tiga jumlah anggota MPR, yang berarti 474 anggota.

Sementara untuk mencapai perubahan, usulan tersebut harus disetujui 50% ditambah satu anggota MPR, sehingga minimal 356 anggota.

Komposisi anggota DPR periode 2019-2024 saat ini tterdiri dari sembilan fraksi partai politik dengan rincian: PDIP 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, Nasdem 59 kursi, PKB 58 kursi, Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi, dan PPP 19 kursi.

Dari seluruhnya, ada empat partai koalisi pemerintah yang menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, yaitu PDIP, Gerindra, Nasdem, dan PPP. Kemudian, dua partai oposisi, yaitu Demokrat dan PKS juga menolak usulan tersebut.

Sejauh ini, diketahui ada tiga partai yang lantang menyuarakan penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, yaitu Golkar, PKB, dan PAN.

Jika mengacu pada komposisi fraksi di DPR, secara total ketiga partai memiliki 187 kursi jika ditotal.

Sederhananya, untuk mewujudkan wacana perpanjangan masa jabatan persiden, diperlukan 50 suara anggota lagi untuk mengusulkan amandemen UUD 1945.

Reporter: Ashri Fadilla