Presiden Rusia, Vladimir Putin, akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang digelar di Bali pada November mendatang. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, mengatakan Presiden Putin sudah menerima undangan dari Presiden Joko Widodo untuk hadir di forum tersebut.
Menurut Vorobieva, Presiden Putin sudah menyatakan intensinya untuk menjadi bagian dari pertemuan G20. “Kami ingin berpartisipasi dan presiden kami sudah menegaskan keinginannya untuk datang ke G20 di Bali,” kata Vorobieva kepada Katadata, Senin (18/4).
Sejumlah negara anggota G20, antara lain Amerika Serikat, Australia, dan Kanada, menolak kehadiran Rusia di forum G20. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, bahkan menyatakan Rusia seharusnya dikeluarkan dari forum G20.
Vorobieva menilai gerakan boikot sejumlah negara yang dimotori Amerika Serikat terhadap kehadiran Rusia di G20 tidak relevan. Forum ini akan tetap berjalan karena masih banyak negara lain yang akan hadir. “Jika ternyata Amerika Serikat memilih untuk tidak datang, itu urusan mereka,” katanya.
Penolakan terhadap kehadiran Rusia di G20 menjadi salah satu dampak yang menyeruak menyusul krisis yang berkembang setelah militer negara itu menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu. Hingga saat ini agresi Rusia di Ukraina masih berlangsung. Lebih dari 1.700 warga Ukraina tewas dan sekitar 2,5 juta penduduk mengungsi ke negara-negara tetangga.
Meski desakan untuk mendepak Rusia dari G20 terus menyeruak, Indonesia bergeming. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyebut Indonesia tetap bertanggung jawab menjalankan presidensi G20. “Termasuk memastikan dan mengirimkan undangan ke seluruh anggota G20,” ujarnya, Jumat (8/4).
Dalam jumpa pers Kementerian Luar Negeri pada 24 Maret lalu, Co-Sherpa G20 Indonesia, Dian Triansyah Djani, mengatakan surat undangan G20 di Bali untuk Rusia sudah dikirim pada 22 Februari.
Dosen senior di Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiono, menilai langkah Indonesia yang mengundang seluruh anggota G20, termasuk Rusia, sudah tepat dan sesuai dengan tugas presidensi G20. Menurut dia, Indonesia bahkan tak perlu ambil pusing dengan banyaknya tekanan untuk mengeluarkan Rusia dari G20.
Indonesia malah akan dianggap gagal sebagai penyelenggara forum G20 jika ikut-ikutan menghalangi apalagi sampai membatalkan undangan untuk Rusia. “Amerika bukan ketua G20, tidak bisa menekan Indonesia,” ujar Muhadi.
Vorobieva mengatakan Rusia sangat mendukung dan menghargai posisi yang diambil Indonesia. Menurutnya, G20 harus tetap berfokus pada isu ekonomi dan finansial global dan tidak perlu sampai menyeret isu politik ke dalam agenda forum. “Kami sangat menghargai Indonesia sebagai Presidensi G20 tidak menyerah pada tekanan yang dibuat sejumlah negara untuk mengeluarkan Rusia dari G20,” katanya.
Hingga saat ini, menurut Vorobieva, perwakilan Rusia aktif menghadiri berbagai pertemuan, sebagian besar secara daring, yang menjadi rangkaian acara G20. Rusia juga mendukung program prioritas yang juga diusung Indonesia dalam menjalankan tugas presidensi G20, yaitu pemulihan ekonomi global setelah pandemi Covid-19, penguatan sistem kesehatan, serta transisi energi dan transformasi digital. “Itu semua isu penting bagi komunitas internasional,” ujarnya.
Vorobieva mengatakan sangat tidak masuk akal jika fokus terhadap isu-isu penting bagi dunia tersebut justru dialihkan kepada isu krisis politik. Sejumlah negara Barat, menurut Vorobieva, berusaha mencapai target politik mereka termasuk dengan mempengaruhi G20. “Untungnya, mayoritas anggota G20 tidak mendukung sikap itu.”
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.