Kejaksaan Agung mengungkap modus dugaan korupsi terkait impor garam selama periode 2016 hingga 2022. Garam yang semestinya diimpor untuk keperluan industri, diubah fungsinya oleh pihak tertentu menjadi keperluan konsumsi.
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi, perbuatan tersebut mengakibatkan petani garam lokal mengalami kejatuhan. Sebab harga garam lokal menjadi anjlok karena tingginya ketersediaan garam konsumsi di pasaran.
“Tidak laku karena tidak bisa bersaing harga,” ujar Supardi kepada Katadata.co.id pada Rabu (29/6).
Sementara pihak-pihak yang mengubah fungsi garam industri tersebut, dapat menjualnya dengan harga lebih murah karena tidak membayar bea masuk kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Padahal untuk mengimpor garam konsumsi, importir harus membayar bea masuk sebesar 10%. Aturan ini tidak berlaku untuk impor garam kebutuhan industri.
“Kalau impor garam konsumsi langsung dari luar itu mahal,” kata Supardi.
Supardi menjelaskan garam impor dalam kasus ini berasal dari beberapa negara, seperti India dan Australia.
Dari modus operandi ini, tim penyidik akan menghitung potensi kerugian negara yang ditimbulkan. “Misalnya dia mengubah fungsinya berapa. Harusnya kan dia seandainya impor dapat memberikan masukkan ke negara,” jelas Supardi,
Dari runtutan tersebut, ke depannya tim penyidik berencana mendata saksi yang akan dimintai keterangan untuk mengungkap dugaan tindak pidana ini, termasuk dari pihak bea cukai. Menurut Supardi, para saksi baru akan terlihat setelah proses penggeledahan yang dilakukan tinnya dari Senin (27/8) lalu selesai. Pemeriksaan saksi akan masuk kepada jumlah produksi hingga kuota impor.
“Kita nanti sampai masuk ke proses bagaimana cara mendapatkan kuota,” jelas Supardi.
Sebelumnya, tim penyidik telah menggeledah beberapa lokasi di Surabaya, Jawa Timur, untuk mencari bukti tambahan menyangkut perkara ini.
Perkara ini secara resmi telah dinaikkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Peningkatan status tersebut didasarkan pada Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jampidsus Nomor Prin-38/F.2/Fd.2/06/2022 yang terbit pada Senin (27/6).
Dalam kasus ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) diduga menerbitkan aturan impor garam industri kepada PT MTS, PT SM, dan PT UI tanpa verifikasi stok garam lokal dan industri yang tersedia. Kemudian pada 2018, terdapat pula 21 perusahaan importir garam yang mendapat persetujuan impor garam industri dari Kemendag sebanyak 3,7 juta ton, dengan nilai mencapai Rp 2,05 triliun.
Selanjutnya para importir secara melawan hukum mengalihkan peruntukkan garam industri tersebut menjadi garam konsumsi yang memiliki disparitas harga cukup tinggi. Oleh sebab itu, perbuatan tersebut diduga menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara.
“Garam dalam negeri tidak mampu bersaing dengan garam impor dan pada hari ini tim penyidik melakukan gelar perkara dan berkesimpulan untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan,” ungkap Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin dalam Konferensi Pers di Kompleks Kejaksaan Agung pada Senin (27/6).