Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menutup lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT)) yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK). Penutupan rekening tersebut terkait indikasi dugaan penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan.
Penutupan rekening tersebut berdasarkan data transaksi ACT dari dan ke Indonesia periode 2014 hingga Juli 2022. Selama kurun waktu tersebut, dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp 64,9 miliar dan dana keluar dari Indonesia sebesar total Rp 52,9 miliar.
"Penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel, serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam keterangan resminya pada Kamis (7/7).
Penelusuran yang dilakukan PPATK didasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK. Di dalamnya tercantum bahwa PPATK dapat melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap permasalahan yang menarik perhatian masyarakat dan terindikasi adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan.
Dalam melakukan penelusuran aliran dana, PPATK berharap kesediaan pihak yang melakukan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan untuk dapat bekerja sama, sehingga memudahkan pengawasan dari pemerintah.
“Karena aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara,” kata Ivan.
Selain membuka ruang pengawasan, kata Ivan, setiap yayasan penggalang dana juga harus mengenali pemberi dan penerima. Kemudian, perlu juga untuk melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel terhadap bantuan kemanusiaan. “Serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan,” ujarnya.
Saat ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sedang menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan yang terkait ACT yang ditemukan PPATK.
Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan menyampaikan adanya temuan pihak penerima yang terindikasi dengan jaringan terorisme dari database yang dimiliki. Hal itu disebabkan adanya satu dari 19 orang yang ditangkap oleh pihak kepolisian di Turki karena terkait dengan jaringan Al Qaeda.
“Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan,” kata Ivan dalam konferensi pers di Kantor PPATK pada Rabu (6/7).
Dugaan dari PPATK tersebut muncul dari keluarnya salah satu financial action expose money laundry oleh Financial Action Task Force (FATF). Berdasarkan laporan tersebut, terdapat negara-negara yang dianggap masih lemah terhadap sistem antimoney laundry dan penanganan terorisme.
“Karena itu setiap transaksi yang dilakukan oleh para pihak yang masih terkait dengan risk country tersebut diminta untuk dilakukan secara mendalam,” ujarnya.