Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah resmi melayangkan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Gugatan dilakukan untuk uji materi terhadap aturan presidential threshold atau ambang bantas pencalonan presiden.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, kans permohonan PKS untuk dikabulkan cukup besar. Hal itu disebabkan partai tersebut menjadi salah satu pihak yang dirugikan dari penerapan presidential threshold sebesar 20% dari total suara anggota parlemen dan 25% suara sah nasional.
Dengan adanya aturan tersebut, otomatis PKS tak bisa mengusung calon presiden (capres) sendiri, sebab hanya memiliki 8,7% suara di parlemen. “Jadi terang benderang legal standingnya,” kata Feri saat dihubungi Katadata.co.id pada Jumat (8/7).
Sebelum PKS, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga mengajukan gugatan, namun ditolak MK pada Kamis (7/7).Feri menilai bahwa salah satu pertimbangan penolakan MK merupakan hal yang wajar, yaitu tak kuatnya legal standing atau kedudukan hukum DPD terhadap presidential threshold.
“DPD bukan bagian dari pasal 6A ayat 2 (Undang-Undang Dasar 1945), yaitu partai atau gabungan partai, maka wajar saja legal standingnya bermasalah,” katanya.
Aturan presidential threshold sebesar 20% dinilai Feri tak mencerminkan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 6 Ayat 2 yang berbunyi pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Menurutnya, di dalam pasal tersebut tak dibutuhkan ambang batas pencalonan presiden.
“Artinya, ketentuan ini tidak boleh kemudian ditafsirkan lagi dalam undang-undang sebagai sebuah ruang bagi pembentuk yang mengaturnya,” tuturnya.
Beragamnya suku, pulau, etnis, dan budaya Indonesia menjadi alasan lain yang menurut Feri semestinya dipertimbangkan dalam perumusan aturan presidential threshold. Dengan ditiadakannya ambang batas, maka akan membuka peluang besar calon yang semakin beragam.
“Beragam suku, pulau, etnis, dan budaya harusnya juga memiliki calon presiden yang beragam agar menghilangkan friksi-friksi perpecahan,” kata Feri.
Selain itu, dalam konteks kepemiluan, ambang batas pencalonan presiden dapat membuka ruang permainan yang tak sehat dalam Pemilu. Ini lantaran presidential threshold hanya akan menguntungkan partai-partai besar.
“Itu-itu saja partainya karena hanya mereka yang berhak mencalonkan presiden. Dengan sendirinya mereka juga akan memperkuat dirinya di parlemen,” kata Feri.
Sedangkan Partai Gerindra memiliki opini berbeda. Mereka tak yakin MK akan mengabulkan gugatan PKS lantaran partai tersebut ikut membahas UU Pemilu.
“Kebetulan saya pengacara dan saya paham sekali di MK biasanya gugatan seperti itu dipersoalkan legal standing-nya,” ujar Ketua Bidang Advokasi Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerindra, Habiburokhman pada Kamis (7/7) di Kompleks Parlemen.