Delegasi militer dari Rusia, Ukraina, dan Turki bertemu pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Istanbul membahas kelanjutan ekspor gandum Ukraina di tengah krisis pangan global pada Rabu (13/7).
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menilai pertemuan ini di antaranya dipengaruhi kunjungan Presiden Jokowi pada Juni lalu menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Presiden yang membungkus upaya gencatan senjata dengan isu besar krisis pangan di negara berkembang menjadi dasar untuk pertemuan langsung wakil dari Ukraina dan Rusia di Turki kemarin tanggal 13 Juli," kata Hikmahanto dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (14/7).
Meski hasil pertemuan itu belum diketahui, tetapi telah muncul kesadaran dari kedua belah pihak bahwa perang memunculkan krisis baru bagi dunia di tengah pandemi Covid-19.
Ia mengatakan pertemuan langsung Rusia-Ukraina perlu terus dijaga momentumnya sampai terjadi gencatan senjata demi menyelamatkan dunia, utamanya negara-negara berkembang.
Menurut Reuters, delegasi militer dari Rusia, Ukraina, dan Turki bertemu pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Istanbul pada Rabu untuk memulai pembicaraan tentang kelanjutan ekspor gandum Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam Odesa ketika krisis pangan global memburuk.
Turki telah bekerja dengan PBB untuk menengahi kesepakatan setelah invasi Rusia di Ukraina pada 24 Februari 2022 telah mengerek harga gandum, minyak goreng, bahan bakar, dan pupuk.
"Kami memang bekerja keras tetapi masih ada jalan yang harus ditempuh. Banyak orang membicarakannya. Kami lebih suka mencoba dan melakukannya," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada wartawan, Selasa.
Ukraina dan Rusia adalah pemasok utama gandum dunia. Petani di kedua negara saat ini sedang memanen gandum untuk musim tanam 2022. Juli-November biasanya merupakan waktu tersibuk bagi para pedagang untuk mengirimkan hasil panen baru dari kedua negara.
Invasi Rusia dan blokade laut Ukraina telah menghentikan ekspor dan bila berlanjut berpotensi pasokan hasil panen tak dapat disimpan dengan baik karena terbatasnya kapasitas penyimpanan.
Dalam diskusi tersebut yang dibahas mengenai pengiriman gandum oleh kapal-kapal Ukraina melalui perairan pelabuhan yang dipasangi ranjau. Rusia menyetujui gencatan senjata saat pengiriman dilakukan; dan Turki, didukung oleh PBB, memeriksa kapal untuk menghilangkan kekhawatiran Rusia pada penyelundupan senjata.
Kepala Departemen Organisasi Internasional Kementerian Luar Negeri Rusia Pyotr Ilyichev, kepada kantor berita Interfax, menyebutkan Moskow siap memfasilitasi navigasi kapal komersial asing untuk mengekspor gandum Ukraina.
Kantor berita RIA yang mengutip sumber diplomatik lain mengatakan bahwa tuntutan Rusia mencakup penghapusan "hambatan ekspor" akibat sanksi Barat.
“Ada kendala bagi pihak Rusia di bidang asuransi kapal, logistik, jasa transportasi dan operasional perbankan akibat sanksi yang dijatuhkan,” kata sumber tersebut.
Rusia terus mengekspor gandum sejak perang dimulai, tetapi menghadapi kekurangan kapal besar karena banyak pemilik takut untuk mengirim kapalnya ke wilayah tersebut. Biaya pengangkutan dan asuransi juga meningkat tajam.
Ukraina menyatakan harapannya agar ekspor gandum meningkat meski Rusia memblokade pelabuhan Laut Hitam. Dikutip oleh surat kabar Spanyol El Pais, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan bahwa Kiev "dua langkah lagi" mencapai kesepakatan dengan Moskow.
"Kekhawatiran keamanan, terkait dengan posisi Rusia, perlu ditangani. Kami berada di fase akhir dan sekarang semuanya tergantung pada Rusia," katanya.