Jokowi Kembali Singgung Beban Subsidi, Sinyal Harga BBM Akan Naik?

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi para pimpinan lembaga tinggi negara Ketua DPD La Nyalla Mattalitti (kiri), Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) dan Ketua MPR Bambang Soesatyo memberikan keterangan pers seusai pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
13/8/2022, 08.58 WIB

Dia juga meminta masyarakat agar bersiap jika nantinya pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM. Bahlil menilai, jika harga minyak mentah dunia naik ke level US$ 105 per barel dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.740 per dolar, maka pemerintah bakal menanggung beban subsidi BBM hingga Rp 600 triliun.

"Karena Rp 600 triliun setara 25% total pendapatan APBN. Ini tak sehat," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi pada Jumat (12/8).

Kewaspadaan yang sama juga dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia menyebut kemungkinan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun tahun ini tidak akan cukup.

Pasalnya, kuota volume Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi menipis sehingga memerlukan adanya penambahan kuota.  Sri Mulyani menjelaskan hingga Juli konsumsi untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite mencapai 16,8 juta kilo liter. Dengan demikian, kuota yang tersisa hanya 6,2 juta kilo liter dari alokasi awal.

Selain itu volume BBM bersubsidi kemungkinan akan mencapai 28 juta kilo liter tahun ini. Itu artinya perlu tambahan 5 juta kilo liter lagi untuk Pertalite. "Belum lagi harga minyak yang dalam APBN kita asumsikan US$ 100 per barel, kemarin pernah mencapai US$ 120 per barel," kata Sri Mulyani pada Rabu (10/8).

Meski tak menyinggung kenaikan harga, Sri Mulyani meminta Pertamina untuk mengendalikan volume BBM bersubsidi. Hal ini agar APBN tidak terbebani karena anggaran subsidi dan kompensasi energi yang makin bengkak.

Halaman:
Reporter: Antara