Kontroversi Kebijakan Anies, Revisi Upah Buruh Lalu Kalah di PTUN

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah buruh dari berbagai serikat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (19/11/2021).
14/10/2022, 09.12 WIB

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan menyelesaikan jabatannya pada Minggu (16/10). Masa jabatan Anies selama lima tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta tersebut sempat diwarnai oleh kontroversi penetapan upah buruh.

Polemik upah minimum provinsi atau UMP DKI Jakarta ini bermula ketika Anies merevisi kenaikan besaran UMP DKI Jakarta 2022 menjadi Rp4.641.854 per bulan atau naik 5,1% dari tahun sebelumnya. Putusan itu tertuang dalam Kepgub DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 yang diterbitkan pada 16 Desember 2021.

Padahal pada 21 November 2021, Anies telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2022 sebesar Rp4.453.935,536 . Angka tersebut hanya naik 0,85% atau Rp 37.749 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 4.416.186,548.

Anies mengatakan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan kajian ulang dan pembahasan semua pihak. Kenaikan Rp 225 ribu per bulan, menurut dia, sangat membantu para perkerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Tahun ini ekonomi sudah bergerak, masa kita masih mengatakan 0,8% itu sebagai angka yang pas. Ini akal sehat saja,” katanya, Senin (20/12).

Revisi upah ditentang pengusaha

Menurut Anies, persentase kenaikannya masih lebih rendah dibandingkan UMP Jakarta dalam enam tahun terakhir. Rata-rata angkanya dalam periode tersebut adalah 8,6%. Hanya pada 2021 saja kenaikan UMP Jakarta hanya 3,3%.

Anies mengatakan, dunia usaha sudah terbiasa dengan kenaikan sekitar 8,6% tersebut. “Dalam kondisi amat berat seperti tahun lalu saja naiknya 3,3%,” ucap Anies.

Langkah Anies tersebut langsung mendapat penolakan dari pengusaha. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengatakan bahwa revisi aturan tersebut dilakukan secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari pihak pengusaha.

Revisi kenaikan UMP dinilai menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Sebagai catatan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) nasional pada 2022 sebesar 1,09% dihitung berdasarkan formula baru yang diatur dalam PP No 36 tentang Pengupahan.

Anies kalah di PTUN

Pada Juli 2022, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta memenangkan gugatan Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP APINDO) DKI Jakarta untuk menurunkan upah minimum provinsi (UMP). Mulai Agustus 2022, UMP di Jakarta turun sekitar Rp 68 ribu, sehingga menjadi Rp 4.573.845.

PTUN DKI Jakarta memutuskan untuk memenangkan gugatan DPP APINDO DKI Jakarta melawan Gubernur DKI Jakarta. Oleh sebab itu, majelis hakim meminta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai pihak tergugat untuk mencabut Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2022.

Selain itu, Anies juga diminta untuk menerbitkan keputusan baru mengenai UMP Jakarta.

“Mewajibkan kepada tergugat menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru mengenai Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 sebesar Rp 4.573.845,” kata Hakim Ketua Majelis, Eko Yulianto dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT yang terbit pada Selasa (12/7).

Keputusan tersebut dijelaskan majelis hakim berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya, rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta Unsur Serikat Pekerja/ Buruh Nomor: I/Depeprov/XI/2021 tanggal 15 November 2021 yang mencantumkan UMP Jakarta sebesar Rp 4.573.845.

Nilai tersebut merupakan angka median atau angka tengah antara rekomendasi Dewan Pengupahan Unsur Pemerintah sebesar Rp 4.641.854 dan Dewan Pengupahan Unsur Pengusaha sebesar Rp 4.453.935,536.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut. "Kami berharap dengan adanya upaya banding ini, besaran UMP senilai Rp 4.641.852 sesuai Kepgub Nomor 1517 tahun 2021  dan tidak dibatalkan," kata Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, yayan Yuhanah, seperti dikutip dari Antara Rabu (27/7).

Hingga berita ini diturunkan, pengajuan banding tersebut masih dalam proses di PTUN.

Reporter: Amelia Yesidora, Antara