Saling Kunci Partai Pendukung Anies di Kursi Cawapres

Twitter Andi Arief
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketum Nasdem Surya Paloh, Ketum PKS Ahmad Syaikhu, dan Jusuf Kalla. Foto: Twitter Andi Arief.
Penulis: Ira Guslina Sufa
21/10/2022, 13.58 WIB

Langkah Anies Baswedan melenggang dalam pemilihan presiden 2024 masih terkunci sosok calon wakil presiden. Meski telah dideklarasikan oleh Partai Nasional Demokrat pada Senin (3/10) lalu, ia masih harus mencukupkan perahu untuk benar-benar bisa maju dalam pilpres. 

Saat mendeklarasikan Anies, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh memberi keleluasaan pada mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu untuk memilih pendamping. Menurut Paloh, kebebasan diberikan agar Anies bisa menemukan pasangan yang bisa berkontribusi baik untuk pemenangan maupun pada saat bila terpilih sebagai presiden. 

"Bagaimana kami mau pilih wakil presiden yang tiba-tiba enggak cocok. Belum apa-apa sudah cari penyakit," ujar Paloh.

Titah Paloh bukan perkara mudah bagi Anies. Modal suara yang dimiliki Nasdem tak cukup gemuk untuknya bebas memilih cawapres. Berdasarkan hasil pemilu 2019 lalu, Nasdem baru mengantongi 9,05 persen suara.

Padahal, merujuk Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang meraih total 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah secara nasional.

Beleid itu membuat Anies harus mendapat dukungan dari partai lain. Sebelum deklarasi, Nasdem memang telah membangun komunikasi politik yang intensif dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Pada pemilu 2019 kedua partai meraih suara masing-masing 7,77 persen dan 8,21 persen.

Namun sejak Anies dideklarasikan, Demokrat dan PKS tak kunjung mendeklarasikan dukungan. Salah satu yang membuat komunikasi antar partai alot adalah penentuan sosok calon wakil presiden. 

Empat hari setelah dideklarasikan, pada Jumat (7/10) Anies memulai lawatan politik dengan menemui Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Bagi pengurus Demokrat, kunjungan itu memberi angin segar untuk menggolkan AHY menjadi cawapres Anies. 

Kepada Katadata, Anggota Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat Syarief Hasan mengatakan partai Demokrat menyodorkan nama AHY sebagai pendamping Anies. Syarief mengklaim elektabilitas AHY serta partai Demokrat menurut beberapa survei meningkat, yang bisa dijadikan modal untuk pilpres mendatang.

Juru Bicara Demokrat, Herzaky Mahendra mengatakan munculnya nama AHY sebagai cawapres yang disodorkan kepada Anies merupakan aspirasi dari para pengurus daerah Demokrat. Salah satu hasil rapat pimpinan nasional yang digelar 15 September 2022 lalu adalah meminta agar Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, ikut serta dalam kontestasi Pilpres 2024. Berarti, bisa sebagai capres, bisa pula cawapres. 

Meski telah mengusulkan nama, menurut Herzaky, para peserta rapimnas menyerahkan keputusan akhir pada AHY. Partai menyadari bahwa perolehan suara hasil pemilu lalu memaksa partainya untuk berkoalisi. “Karena itu, keputusan siapa capres-cawapres bakal dikomunikasikan dan disepakati dengan parpol mitra koalisi ,” ujar Herzaky kepada Katadata beberapa waktu lalu. 

PKS sebagai calon kuat koalisi pendukung Anies ternyata juga punya rencana berbeda. Alih-alih mengiyakan AHY, partai pimpinan Ahmad Syaikhu itu justru mengusulkan nama wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan.

Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid, mengungkapkan partainya telah menyodorkan nama mantan Gubernur Jawa Barat itu kepada Nasdem dan Demokrat. "PKS mengusulkan Ahmad Heryawan sebagai cawapres alternatif dalam komunikasi politik tiga pihak," kata Kholid kepada Katadata beberapa waktu lalu.

Buntu di internal partai pendukung, Anies juga telah bertemu dengan Panglima TNI Andika Perkasa. Pertemuan itu diunggah Andika di kanal youtube miliknya pada Jumat (14/10) lalu. Anies telah membantah bahwa pertemuan itu merupakan bagian dari pencarian cawapres. Ia berkelit kunjungan itu sebagai bagian dari tugasnya saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. 

Nama Andika merupakan salah satu calon potensial untuk menduduki posisi cawapres  berdasarkan sejumlah lembaga survei. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, menyebut nama Andika masuk dalam radar Cawapres Nasdem bersama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.  

Di tengah tarik ulur penentuan sosok cawapres, Anies mengumumkan tiga kriteria calon wakil presiden yang sedang ia cari. Ia berdalih, penentuan calon pendamping akan dilakukan dengan hati-hati. Apalagi, ia masih memiliki waktu yang panjang untuk menentukan sosok pendamping hingga masa pendaftaran capres dan cawapres Oktober 2023 mendatang. 

Kriteria pertama adalah memberikan kontribusi dalam proses kemenangan. Selanjutnya bisa membantu memperkuat stabilitas koalisi.  Sedangkan kriteria ketiga yakni membantu dalam pemerintahan yang efektif.

Anies membantah pertemuan politik yang ia lakukan dengan sejumlah tokoh beberapa waktu terakhir sudah mengarah pada penentuan cawapres. “Waktunya masih panjang, jadi saya tidak terburu-buru menentukan,” ujar Anies.

Jalan Tengah Koalisi Anies

Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan pilihan Anies mengulur penetapan cawapres sebagai langkah yang tepat. Alasannya, pertarungan pada pilpres 2024 nanti akan lebih berat lantaran peta kekuatan partai menyebar rata. Karena itu, menurut Adjie pertimbangan elektoral harus menjadi perhatian utama.  

Adjie menilai PKS saat ini tak memiliki calon wapres yang kuat dari internal partai. Selain itu suara Anies diyakini lebih banyak berada di kantong pemilih muslim yang sebagian besar berhimpitan dengan pemilih PKS. Sedangkan AHY, meski memiliki pemilih yang lebih merepresentasikan kelompok muda, tetapi elektoral Ketua Umum Demokrat itu tak kunjung gemuk menurut sejumlah survei.

“Anies membutuhkan calon wakil presiden yang mampu mengambil pemilih yang lebih di tengah yang tak terlalu ke kanan [islam],” ujar Adjie. 

Menurut Adjie, dilema Demokrat akibat hasil rapimnas yang mengusung nama AHY maju dalam pilpres baik capres maupun cawapres harus dilihat lebih jauh ke depan. Ia yakin Demokrat akan realistis dalam melanjutkan koalisi dengan tidak memaksakan figur AHY. Adjie menilai saat ini akan lebih sulit bagi Demokrat untuk membangun koalisi dengan partai lain di luar Nasdem dan PKS. 

“Kalau dengan partai lain itu ada pertimbangan historis. Ada juga posisi Demokrat saat ini yang berada di oposisi sehingga pilihan rasional mereka tinggal Nasdem dan PKS,” ujar Adjie. 

Ia meyakini sebagai ketua umum partai, AHY akan berpikir lebih matang untuk lebih mengutamakan kemenangan partai pada pemilu 2024 nanti. Adjie tidak yakin Demokrat akan berani mengambil sikap keluar dari koalisi bila nantinya Anies tak memilih AHY sebagai cawapres. 

“Saya pikir tiga partai ini tidak mungkin konyol. Pertimbangan utama mereka pastilah tentang elektoral sehingga tinggal bagaimana mencari titik tengah agar semua punya benefit dalam pileg nanti,” ujar Adjie. 

Ihwal jalan tengah ini, Demokrat dan PKS memang terus membuka diri untuk lobi-lobi. Kholid mengatakan meski telah menetapkan nama, partainya masih terus mendiskusikan berbagai kemungkinan dengan Partai Nasdem dan Partai Demokrat. PKS akan menghormati apapun keputusan yang nanti akan diambil termasuk bila Anies akhirnya memilih AHY sebagai capres.

"Setiap pihak atau partai politik berhak usulkan aspirasinya, termasuk terkait pasangan Capres Cawapres," kata Kholid. 

Sedangkan Demokrat akan menyerahkan hasil akhir penentuan capres dan cawapres pada Ketua Umum.  "Kader-kader akan mengikuti apapun langkah yang dipilih dan diusulkan Ketum AHY," ujar Herzaky.

Reporter: Ade Rosman