Kementerian Investasi menyatakan Indonesia telah kalah dalam gugatan dengan Uni Eropa di Organisasi Dagang Dunia atau WTO terkait larangan ekspor bijih nikel. Namun demikian, pemerintah menekankan akan terus melawan gugatan tersebut di WTO.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan langkah pertama yang akan dilakukan dalam melawan gugatan tersebut adalah mengajukan banding. Adapun, cara kedua yang disiapkan salah satunya adalah menaikkan pajak ekspor bijih nikel.

"Jadi, silahkan saja mereka protes kita. Silahkan saja mereka bawa ke WTO, tapi negara ini berdaulat. Mereka sudah sepakat dalam G20 tentang hilirisasi," kata Bahlil di Istana Negara dalam saluran resmi Sekretariat Presiden, Rabu (30/11).

Kesepakatan yang Bahlil maksud adalah hasil Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 Indonesia, yakni Deklarasi Bali. Dalam paragraf ke-37 Deklarasi Bali, negara-negara anggota G20 telah mengakui kebutuhan untuk mempromosikan investasi pada nilai tambah melalui hilirisasi.

Oleh karena itu, Bahlil menilai tidak boleh ada negara yang mengintervensi pengembangan ekonomi negaranya sendiri. "Perintah Bapak Presiden: hadapi dan lawan," kata Bahlil.

Selain banding di WTO dan mengenakan ekspor pajak nikel, Bahlil mengatakan pemerintah sudah mempersiapkan langkah lainnya. Namun Bahlil enggan menjelaskan persiapan yang telah dilakukan tersebut.

"Kalau saya buka, nanti lawan tahu. Itu tidak lagi menjadi peluru untuk kita bisa membalikkan posisi mereka," kata Bahlil.

Menurutnya, kebijakan larangan ekspor bijih nikel penting karena menjadi bagian dari program hilirisasi pemerintah. Bahlil mencatat program hilirisasi nikel telah menciptakan lapangan kerja berkualitas.

Selain itu, Bahlil menilai program tersebut dapat meningkatkan pendapatan per kapita nasional dari US$ 4.500 per tahun menjadi US$ 10.000. "Jadi, kami tidak akan pernah gemetar dengan urusan gugatan itu," ujarnya Bahlil.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan salah satu tujuan larangan ekspor nikel tersebut adalah agar Indonesia mendapatkan nilai tambah dari pemrosesan bijih nikel. Oleh karena itu, Jokowi akan tetap memperjuangkan larangan ekspor bijih nikel.

"Kalah, enggak apa-apa. Saya sampaikan ke menteri, banding. Tidak boleh berhenti," kata Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun 2022, Rabu (30/11).

Jokowi mencatat larangan ekspor bijih nikel telah meningkatkan nilai ekspor nikel pada 2021 menjadi Rp 300 triliun pada 2021 dari capaian sebelum larangan ekspor sekitar Rp 20 triliun. Sebagai informasi, pemerintah mulai melarang ekspor bijih nikel sejak 2020.

Presiden Jokowi mengatakan larangan ekspor bijih nikel berdampak pada industri pengolahan di Uni Eropa. Menurutnya, kebijakannya akan menciptakan pengangguran dan tutupnya fasilitas pengolahan bijih nikel di Benua Biru.

Namun demikian, Kepala Negara tetap akan melarang ekspor bijih nikel agar Indonesia dapat menjadi negara maju. Pasalnya, kebijakan ini bisa menggandakan nilai ekspor nasional.

"Negara kita ingin jadi negara maju dan membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja mundur, tidak akan kita jadi negara maju," kata Presiden Jokowi.

Reporter: Andi M. Arief