Lengkapi Alat Kesehatan di Daerah, Kemenkes Siapkan Rp30 T Hingga 2027
Pemerintah berencana melengkapi infrastruktur dan alat kesehatan di daerah sebagai bagian dari upaya peningkatan dan pemerataan dokter spesialis di daerah selama lima tahun ke depan. Untuk itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyiapkan anggaran Rp 30 triliun hingga 2027.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan program pelengkapan tersebut telah dimulai sejak tahun ini dan menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional. Menurutnya, program tersebut akan dilanjutkan pada 2023 dengan sumber anggaran Kemenkes.
"Pokoknya selama 5 tahun sampai 2027 kami menyiapkan Rp 30 triliun untuk melengkapi alat kesehatan di daerah," kata Budi kepada Katadata.co.id, Rabu (14/12).
Artinya, rata-rata anggaran yang dikucurkan untuk menyiapkan alat kesehatan di daerah adalah Rp 6 triliun per tahun. Budi mengatakan program perlengkapan alat kesehatan di daerah pada 2023 sedang disiapkan bersama Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia atau IDI menyatakan ada enam alasan dokter spesialis di dalam negeri enggan bertugas di daerah. Salah satu alasan tersebut adalah minimnya alas kesehatan di di rumah sakit umum daerah atau RSUD.
Alhasil, masih ada RSUD yang tidak memiliki tujuh jenis dokter spesialis, yakni dokter spesialis anak, obstetri dan ginekologi, penyakit dalam, saraf atau neurologis, anestesi, radiologi, dan patologi klinik. IDI mendata total RSUD yang belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis pada 2020 mencapai 296 unit atau 41,58% dari total RSUD.
Provinsi dengan rumah sakit terbanyak yang telah memiliki semua jenis dokter spesialis adalah Jawa Tengah yang mencapai 47 RSUD. Sementara itu, provinsi dengan RSUD terbanyak yang belum memiliki semua jenis dokter spesialis adalah Sumatra Selatan atau sebanyak 17 unit.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI Moh. Adib Kumaidi mengatakan saat ini dokter spesialis masih terpusat di DKI Jakarta. Sebagai contoh, dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Jakarta hampir mencapai 1.000 orang dari total sekitar 4.700 orang.
Adib mencatat setidaknya ada enam faktor yang membuat dokter spesialis saat ini enggan bekerja di luar Ibu Kota, yakni terbatasnya sarana dan prasarana di daerah, keterbatasan alat kesehatan dan obat, minimnya insentif di daerah untuk mempertahankan dokter spesialis.
Lalu minimnya kesempatan kerja bagi pasangan sang dokter spesialis di daerah, ketidakpastian jenjang karir dan insentif dokter spesialis di daerah, serta tidak adanya kebijakan inovatif dari pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pemerataan distribusi dokter spesialis.