Duduk Perkara Suap Dana Hibah yang Buat KPK Geledah Kantor Khofifah

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww.
Personel Brimob bersiaga saat sejumlah penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan keluar usai melakukan penggeledahan di Gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/12/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
23/12/2022, 07.19 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara maraton menggeledah sejumlah kantor pemerintah dan dewan perwakilan rakyat Jawa Timur sejak Senin (19/12). Penggeledahan juga dilakukan di ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang menyita perhatian publik. 

KPK mulai melakukan penggeledahan pada Senin (19/12) di sejumlah ruangan kantor DPRD Jawa Timur. Penggeledahan dilakukan di ruang kerja ketua DPRD Jatim, wakil ketua DPRD Jatim, serta beberapa komisi dan fraksi.. Penggeledahan berlanjut hingga Selasa (20/12).

Kepala Bagian Penerangan KPK Ali Fikri mengatakan pada penggeledahan di Gedung DPRD Jawa Timur KPK menyita uang lebih dari Rp 1 miliar.  Selain itu juga ditemukan sejumlah bukti yang diduga berkaitan dengan dugaan suap dana hibah kelompok masyarakat yang sedang ditelisik komisi antirasuah. 

"Penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait dengan pelaksanaan hibah, termasuk barang bukti elektronik, serta uang tunai yang jumlahnya sejauh ini lebih dari Rp 1 miliar," kata Ali Fikri seperti dikutip dari Antara, Jumat (23/12). 

 Menurut Ali, uang, dokumen, dan barang bukti yang disita diduga masih terkait dengan penyidikan perkara dugaan suap pengelolaan dana hibah APBD Jatim yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS). Dalam kasus dugaan korupsi ini KPK telah menetapkan Sahat sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya yang diduga turut terlibat. 

Tak cukup menggeledah kantor DPRD, pada Rabu (21/12) tim penyidik KPK melanjutkan penggeledahan di sejumlah ruangan di Kantor Gubernur Jawa Timur. Penyelidikan yang berlangsung selama enam jam itu menyasar sejumlah ruangan termasuk ruang kerja Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak. 

Penggeledahan juga dilakukan di ruang Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, yang terletak di lantai dua gedung utama. Dua kantor di lingkungan Pemprov Jawa Timur yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) juga ikut digeledah.

Keesokan harinya pada Kamis (22/12) penyidik KPK kembali menggeledah sejumlah kantor anak buah Khofifah. Dua kantor yang terkonfirmasi dari pihak internal Pemprov Jatim digeledah KPK adalah Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPRKPCK) dan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, yang berlokasi di Jalan Gayung Kebonsari Surabaya. 

Menurut informasi yang dilansir dari Antara, penggeledahan juga dilakukan di Kantor Dinas Sosial Pemprov Jatim. Namun pihak KPK hingga malam ini belum mengonfirmasi.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan tidak mempersoalkan penggeledahan yang dilakukan KPK di lingkungan pemerintah provinsi. Ia bahkan mengatakan akan bekerjasama dengan KPK untuk menuntaskan perkara korupsi yang sedang diusut KPK.  Advertisement 

"Pemprov akan menyiapkan data sesuai yang dibutuhkan KPK," ucap Khofifah usai penggeledahan yang berlangsung di ruang kerjanya pada Rabu (21/12).

KPK GELEDAH KANTOR GUBERNUR JAWA TIMUR (ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/YU)

Duduk Perkara Suap Dana Hibah 

Pengusutan perkara suap dana hibah untuk kelompok masyarakat yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur bermula dari operasi tangkap tangan KPK pada Rabu (14/12). Setelah OTT KPK menetapkan wakil ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simanjuntak sebagai tersangka. 

Selain Sahat, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain yaitu Rusdi (RS) selaku staf ahli STPS, dan dua orang pemberi suap.  Adapun tersangka pemberi suap adalah Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus selaku koordinator kelompok masyarakat (pokmas). Satu lagi tersangka atas nama Abdul Hamid (AH) dan koordinator lapangan pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan OTT terhadap Sahat dilakukan setelah KPK menerima aduan masyarakat. Menurut Johanis, pada saat OTT tim KPK menyita uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing berupa dolar Singapura dan dolar AS dengan jumlah sekitar Rp1 miliar. OTT dilakukan sekitar pukul 20.30 WIB di salah satu mall di Surabaya. 

KPK menduga Sahat telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas).  Johanis menjelaskan untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemerintah Provinsi Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jatim. Distribusi penyalurannya di antaranya melalui pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. 

Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang satu di antaranya tersangka STPS," ucap Johanis. 

Selanjutnya, tersangka STPS yang menjabat anggota DPRD sekaligus Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-024 menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Adapun yang bersedia untuk menerima tawaran tersebut, yaitu tersangka AH.

"Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen 'fee' ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen," kata Johanis. 

Adapun besaran nilai dana hibah yang diterima pokmas penyalurannya difasilitasi oleh tersangka STPS dan juga dikoordinir oleh tersangka AH selaku koordinator pokmas. Pada 2021 telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar dan pada 2022 telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar.

Mengenai realisasi uang ijon tersebut, kata Johanis, dilakukan pada Rabu (14/12). Saat itu tersangka AH menarik tunai sebesar Rp1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu bank di Kabupaten Sampang, Jatim. Kemudian uang tersebut diserahkan kepada tersangka IW untuk dibawa ke Surabaya. 

"Selanjutnya, tersangka IW menyerahkan uang Rp1 miliar tersebut kepada tersangka RS sebagai orang kepercayaan tersangka STPS di salah satu mall di Surabaya," ucapnya. 

Kemudian, tersangka STPS memerintahkan tersangka RS untuk segera menukarkan uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu "money changer" dalam bentuk pecahan mata uang dolar Singapura dan dolar AS. 

"Tersangka RS kemudian menyerahkan uang tersebut kepada tersangka STPS di salah satu ruangan yang ada di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp1 miliar yang dijanjikan tersangka AH akan diberikan pada Jumat (16/12)," ungkap Johanis. 

Johanis mengatakan untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan para tersangka untuk 20 hari ke depan. Penahanan dilakukan mulai 15 Desember 2022 sampai dengan 3 Januari 2023. 

Tersangka STPS ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan untuk tersangka RS dan AH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK . Untuk tersangka IW ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK. 

Sebagai penerima, STPS dan RS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Sementara, AH dan IW sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Antara