Jelang pemilu 2024 partai politik mulai bergerilya mencari kawan untuk berkoalisi. Gerak lincah para pimpinan partai membuat tensi politik meningkat. Terlebih lagi pemilihan presiden dan pemilu akan digelar serentak pada 14 Februari 2024.
Salah satu yang membuat partai harus mencari kawan dalam menghadapi pilpres adalah untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. Presidential threshold merupakan syarat mutlak untuk bisa mengajukan capres.
Partai politik bisa saja mengajukan calon tanpa harus berkoalisi dengan partai lain bila bisa memenuhi ambang batas presiden. Aturan tersebut tercantum dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pada BAB VI mengenai Undang-undang tersebut disebutkan mengenai pengusulan bakal calon presiden dan wakil presiden.
Sesuai Undang-undang Pemilu partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus bisa memenuhi satu dari dua syarat. Pertama harus memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR. Syarat lain harus memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Sementara itu, aturan untuk partai politik maupun kesepakatan di antara beberapa partai politik secara rinci dituliskan dalam Pasal 223-224 UU tersebut. Pada pasal itu, disebutkan bentuk kesepakatan yang bisa dilakukan jika ingin menggabungkan kekuatan ketika berniat mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
Pasal 223
(1) Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik bersangkutan.
(2) Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai Politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon.
(3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka.
(4) Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan dalam sahr pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan legi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya.
Pasal 224
(1) Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (2) terdiri atas:
- kesepakatan antar Partai Politik;
- kesepakatan antara Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan Pasangan Calon.
(2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tertulis dengan bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pimpinan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan Pasangan Calon.
Sejarah Penerapan Presidential Threshold di Indonesia
Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold pertama kali dianut di Indonesia saat Pemilu 2004, ketika pemilihan presiden secara langsung dilakukan untuk pertama kalinya. Aturan dasar yang dijadikan pedoman saat itu adalah UU nomor 23 tahun 2003 UU tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Pasangan calon presiden dan wakil presiden, hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR," bunyi Pasal 5 Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2003.
Kemudian, terdapat perubahan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold pada pemilu berikutnya yaitu di 2009. Ketika itu, aturan yang digunakan merujuk UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan tetap digunakan pada pemilu berikutnya di 2014.
"Pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif," bunyi aturan ambang batas pencalonan presiden dalam UU nomor 42 tahun 2008.
Lalu saat pemilu 2019, aturan yang digunakan menggunakan UU nomor 7 Tahun 2017, dikarenakan Pilpres dan Pileg dilaksanakan serentak pada April 2019. Sendangkan, saat pemilu 2004, 2009, dan 2014, Pileg digelar lebih dulu sebelum Pilpres. Aturan ambang batas yang digunakan pada saat itu merujuk pada pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.