Mantan Pejabat WHO Sebut Istilah Cabut Pandemi oleh Jokowi Tidak Tepat

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.
Pakar kesehatan Tjandra Yoga Aditama menjadi pembicara pada sesi panel kedua rangkaian pertemuan pertama G20 Health Ministerial Meeting (HMM) di Sleman, DI Yogyakarta, Senin (20/6/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
22/6/2023, 09.36 WIB

Mantan Direktur Penyakit Menular Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menilai istilah pencabutan status pandemi Covid-19 yang disampaikan Presiden Joko Widodo tidak tepat. Menurut Tjandra istilah pandemi tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja. 

"Istilah 'pencabutan pandemi' mungkin tidak terlalu tepat. 'Pan' artinya semua, atau banyak, jadi istilah pandemi itu menggambarkan keadaan semua atau banyak negara, katakanlah keadaan dunia," kata Tjandra Yoga seperti dikutip dari Antara, Kamis (22/6). 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan satu negara bisa saja mendeklarasikan status endemi. Akan tetapi untuk memastikan situasi itu masih pandemi atau tidak, adalah kewajiban Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pandemi merupakan istilah untuk situasi negara dunia dan bukan hanya situasi yang berlaku di Indonesia saja. 

Selain itu, Tjandra menyebut istilah pencabutan pandemi tidak tepat lantara pemerintah juga tidak pernah mengeluarkan ketetapan bahwa Indonesia sedang pandemi. "Jadi tentu baiknya istilahnya kini tidak perlu disebut pandemi dicabut," kata Tjandra.

Menurut Tjandra, istilah yang lebih tepat digunakan Jokowi adalah pencabutan status kedaruratan kesehatan masyarakat di Indonesia. Pencabutan status dimungkinankan karena COVID-19 sudah berhasil diatasi.

"Bisa disebut sudah endemi, bisa juga disebut bahwa COVID-19 sudah teratasi," kata Tjandra lagi.

Tjandra mengatakan endemi bukan berarti virus Corona sebagai sumber penyakit sudah tidak ada lagi di Indonesia, bahkan dunia. Endemi justru menunjukkan bahwa penyakit masih ada, walau angka kasusnya rendah.

Berakhirnya masa kedaruratan akibat Covid-19

Menurut Tjandra dalam situasi saat ini virus SARS CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19 masih ada. Pasien yang menderita pun juga masih ada yang dirawat di rumah sakit. Bahkan kasus meninggal akibat Covid-19 juga masih mungkin terjadi. Meski begitu, Tjandra mengatakan jumlah kasus dan kematian akibat COVID-19 hampir di semua negara di dunia saat ini sudah amat rendah dan terus menurun.

"Itulah antara lain alasannya maka pada 5 Mei 2023 WHO sudah menyatakan bahwa COVID-19 sudah bukan darurat kesehatan global lagi," kata Tjandra.

Hal yang sama menurut dia juga terjadi di negara Indonesia. Ia juga menilai kasus dan kematian akibat Covid-19 juga sudah rendah dan bertahan beberapa bulan terakhir. Karena itu ia menilai kebijakan untuk menyatakan Covid-19 dalam status endemi sudah sesuai. 

Sebelumnya pada Rabu (21/6) Presiden Jokowi mengumumkan  resmi mencabut status pandemi COVID-19. Keputusan itu membuat Indonesia mulai memasuki masa endemi COVID-19.

"Setelah tiga tahun lebih kita berjuang bersama menghadapi pandemi COVID-19, sejak hari ini Rabu 21 Juni 2023, pemerintah memutuskan mencabut status pandemi dan kita mulai memasuki masa endemi," kata Presiden Jokowi.

Keputusan itu, kata Presiden Jokowi, diambil pemerintah dengan mempertimbangkan angka kasus konfirmasi harian COVID-19 yang mendekati nihil. Presiden Jokowi mengatakan bahwa hasil sero survei menunjukkan 99 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi COVID-19

Badan PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO), kata Presiden Jokowi, juga telah mencabut status public health emergency of international concern. Meskipun demikian, Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk tetap berhati-hati serta terus menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih.

Reporter: Antara