Belakangan wacana percepatan jadwal Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 yang semula diagendakan November menjadi September tengah mencuat, terlebih Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut tengah mengkaji wacana tersebut.
Namun pakar hukum tata negara Feri Amsari berpandangan tak bisa begitu saja memajukan jadwal Pilkada. Sebab berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku telah ditetapkan pada November 2024.
Kalaupun hendak dimajukan melalui dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu, perlu dipastikan bahwa ada ihwal kegentingan yang memaksa.
”Ihwal kegentingan memaksa yang terjadi yang dipersyaratkan oleh Mahkamah Konstitusi adanya kekosongan hukum atau ada hukum tapi tidak menyelesaikan masalah,” kata Feri saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (7/9).
Berdasarkan hal tersebut, Feri menyebut situasi saat ini tak relevan bilamana ada percepatan jadwal Pilkada.
“Masalahnya sendiri tidak ada, apa yang menyebabkan kemudian harus dimajukan. Kecuali mungkin ada kaitan kepentingan-kepentingan politik tertentu,” katanya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan tengah mengkaji wacana memajukan jadwal Pilkada 2024 dari November menjadi September. Mendagri menjelaskan usulan itu terus dibahas bersama sejumlah lembaga termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kami tahu kalau ada ronde kedua Pilpres itu bulan Juni, sehingga tahapan bisa berlangsung dan September pemungutan suara," kata Tito.
Menurut Tito secara prinsip Kemendagri tidak mempersoalkan usulan tersebut. Menurut dia selama ada alasan rasional yang membuat Pilkada harus dimajukan maka KPU dapat saja melaksanakan. Sebelumnya KPU telah menetapkan Pilkada serentak bakal berlangsung pada 27 November 2024.
"Kami lihat itu cukup rasional sepanjang KPU siap untuk mengerjakan mereka merasa mampu, why not di bulan September? Dan kemudian akhir Desember selesai,” katanya.
Ia pun menerangkan, jika pemajuan Pilkada serentak terealisasi, maka akan memudahkan Kemendagri ketika melaksanakan pelantikan secara serentak. Kemendagri tidak perlu menunjuk pejabat gubernur sementara untuk kepala daerah yang habis masa jabatan pada 31 Desember 2024.
“Ketika 31 Desember seluruh kepala daerah hasil Pilkada 2020 mereka selesai, maka 1 Januari sudah diisi penjabat definitif hasil Pilkada 2024," kata Tito.