Eks Dirut Pertamina jadi Tersangka Korupsi LNG. Bagaimana Perannya?

Katadata/ Arief kamaludin
Mantan Direktur Pertamina, Karen Agustiawan, di Kantor BUMN, Jakarta, Rabu, (01/10).
Penulis: Ira Guslina Sufa
20/9/2023, 06.15 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan direktur utama PT Pertamina (persero) 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka. Karen diduga terlibat  dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina Tahun 2011-2014. 

Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers menyampaikan status tersangka Karen didasarkan pada hasil penyelidikan yang telah digelar penyidik. Karen ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan yang merupakan tindak lanjut dari aduan masyarakat.  

 "KPK telah mengumpulkan bukti permulaan yang cukup sehingga kami lakukan penyidikan dan menetapkan serta mengumumkan tersangka," ujar Firli dalam keterangan pers seperti disiarkan KPK TV, Selasa (19/9).  

Menurut Firli usai ditetapkan sebagai tersangka Karen selanjutnya akan ditahan selama 20 hari hingga 8 Oktober 2022. Karen akan ditahan di rumah tahanan Salemba cabang KPK. Lalu bagaimana peran Karen dalam dugaan korupsi LNG Pertamina sehingga ditetapkan sebagai tersangka?

Dalam gelar perkara yang disampaikan saat pengumuman tersangka, Firli mengatakan pada 2012 PT Pertamina  memiliki rencana mengadakan bahan bakar alternatif  sebagai cara mengatasi defisit gas di Indonesia. Saat itu perkiraan defisit gas akan terjadi pada 2009- 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan pertamina, industri pupuk dan industri LNG indonesia. 

Karen yang saat itu menjabat sebagai dirut pertamina kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa suplier LNG baik dari dalam negeri dan luar negeri. Namun KPK menilai saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut Karen melakukan keputusan perjanjian kerja sama secara sepihak tanpa melakukan kajian dan analisis menyeluruh. 

Berdasarkan informasi dari sejumlah saksi yang telah dipanggil KPK menyimpulkan saat itu Karen tidak melaporkan rencana kebijakan itu pada dewan komisaris Pertamina. Pelaporan tidak dilakukan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat pemegang saham termasuk pada pemerintah. 

“Akibatnya tindakan Karen tidak mendapat persetujuan pemerintah saat itu,” ujar Firli. 

Dalam perjalanannya seluruh kargo LNG milik Pertamina persero menjadi tidak terserap di pasar domestik yang menyebabkan over supply. LNG yang sudah dibeli dari perusahaan asing seperti Amerika Serikat akhirnya tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Akibat over supply itu akhirnya LNG dijual dalam kondisi merugi. 

Firli mengatakan perbuatan Karen telah bertentangan dengan akta pernyataan keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang anggaran dasar Pertamina. Tindakan itu juga bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN tertanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN tertanggal 1 agustus 2011 dan Peraturan Menteri Negara BUMN tentang pedoman kerja sama BUMN. 

Perbuatan Karen menurut Firli menyebabkan timbulnya kerugian negara sebesar US$ 140 Juta dolar atau setara dengan Rp 2,1 triliun. Atas perbuatan itu Karen disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU  pemberantasan korupsi.