Pelaku usaha menilai lahirnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tidak akan efektif melawan praktik menjual barang di bawah harga normal atau predatory pricing. Permen yang diterbitkan pada Senin (25/9) ini berisi tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
Ketua Bidang UMKM Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Ronald Walla menilai aturan yang termuat dalam permen teranyar itu tak menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Menurut Ronald penambahan kewenangan pemerintah dalam proses impor bahan baku dan barang pembantu berpotensi menimbulkan persoalan baru.
"Kalau dari harga saja, importasi bisa dilakukan secara bundle. Jadi, harus dikaji secara jelas mekanismenya," kata Ronald kepada Katadata.co.id, Jumat (29/9).
Secara umum, Permendag Nomor 31/2023 mengatur proses perdagangan melalui platform digital. Salah satu klausul dalam beleid tersebut adalah melarang importasi lintas batas dengan nilai barang kurang dari US$ 100 per unit.
Aturan tersebut muncul untuk menghentikan praktik predatory pricing di lokapasar lokal. Adapun, predatory pricing dalam praktek menjatuhkan harga jual dari harga pasar untuk menguasai pasar.
Selama ini transaksi lintas batas atau cross border memungkinkan penjualan langsung oleh pedagang di luar negeri dengan pembeli di dalam negeri. Ronald pun mempertanyakan efektivitas klausul tersebut tanpa adanya aturan tambahan.
"Bisa relatif unitnya. Siapa yang akan mengontrol isi setiap kontainer impor?" ujar Ronald.
Lebih jauh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jemmy Kartiwa menilai Permendag Nomor 31/2023 tidak akan menghentikan praktek predatory pricing di lokapasar. Jemmy mengatakan akar predatory pricing produk garmen adalah importasi ilegal yang mayoritas diduga berasal dari Cina.
Jemmy mendorong pemerintah segera menerbitkan aturan turunan Permendag Nomor 31/2023. Tujuan aturan turunan tersebut adalah membatasi impor garmen secara keseluruhan dengan instrumen trade barrier. Instrumen yang disinggung Jemmy adalah Non Tariff Barrier, salah satunya penetapan Larangan Terbatas impor seluruh pos tarif tekstil dan produk tekstil. Namun Jemmy enggan mengusulkan lama lartas tersebut.
Bentuk pembatasan Non-Tariff lain yang diusulkan Jemmy adalah sertifikasi oleh badan yang ditunjuk oleh pemerintah negara asal impor. Jemmy menjelaskan pemenuhan Standar Nasional Indonesia tidak akan berhasil menghadang praktek predatory pricing garmen.
Jemmy menyampaikan SNI dalam produk garmen hanya ada satu, yakni pakaian bayi. Pada saat yang sama, pos tarif untuk produk garmen mencapai ratusan. Kebijakan terakhir yang ditawarkan Jemmy adalah pemeriksaan impor garmen di perbatasan atau border. Saat ini, pihak berwajib memeriksa kontainer impor saat sudah sampai di dalam negeri.
Dorong Pedagang di Pasar Rambah Bisnis Online
Persoalan predatory pricing memang menjadi salah hal yang disorong pemerintah. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan salah satunya tujuan penerbitan Permendagri adalah untuk melindungi pelaku usaha mikro kecil dan menengah dari praktik perang harga pada perdagangan online. Apalagi kata Zulkifli pedagang di pasar seringkali kalah harga dibanding pedagang online teruma yang berdagang lewat media sosial seperti tiktok live.
Hari ini saat berkunjung ke Pusat Grosir Asemka, Jakarta Barat, Zulkifli kembali menegaskan pentingnya Permendag untuk melindungi pelaku usaha dari praktik predatory pricing. Di sisi lain Zulkifli juga mendorong pedagang untuk menjual produknya lewat platform digital.
"Kita atur, kita tata biar tidak satu usaha memborong semua. Tapi bapak-bapak juga mulai belajar jualan, selain offline (luring) juga online (daring)," kata Zulhas kepada pedagang saat di lokasi.
Untuk mendorong pemanfaatan platform digital oleh pedagang pasar konvensional, Zulhas menjelaskan Kementerian Perdagangan memberikan pelatihan gratis agar mereka bisa menjual produk secara daring. Ia menyebutkan ikut menggaet pelaku bisnis lokapasar (marketplace), retail modern, dan lembaga perbankan dalam program tersebut.
Zulkifli menyinggung sepinya pembeli di pasar konvensional disebabkan oleh persaingan dengan produk-produk yang dijual di platform social commerce dengan harga lebih murah. Ia mencontohkan harga bedak yang dijual Rp 22 ribu di pasar menjadi Rp 12 ribu sehingga persaingan menjadi tidak sehat.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini mengatakan melalui Permendag Nomor 31 Tahun 2023 pemerintah hadir untuk mengatur platform social commerce agar tidak merugikan pedagang pasar konvensional. "Kami juga atur agar yang offline-nya laku tapi online itu nanti pasarnya berbeda. Misalnya kalau social commerce dia iklan kayak TV. TV kan iklan boleh tapi belanjanya bisa offline. Jangan dia promosi, jualan, dan mengirim (produk) juga," ucapnya.
Menurut Zulkifli Permendag Nomor 31 Tahun 2023 mengatur platform sosial commerce hanya akan memfasilitasi promosi barang atau jasa dan dilarang menyediakan transaksi pembayaran. Untuk menjaga persaingan usaha yang sehat, sosial commerce wajib menjaga tidak ada hubungan antara sistem elektronik Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan yang di luar sarana PMSE.